Sabtu 25 Feb 2017 01:05 WIB

Tur Raja Salman ke Asia, Bukti Saudi Tak Ingin Bergantung pada Minyak

Rep: Sapto Andika Cahya/ Red: Andi Nur Aminah
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz
Foto: EPA/OLIVIER DOULIERY / POOL
Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Al-Saud akan memulai tur ke empat negara yakni Indonesia, Malaysia, Jepang, dan Cina pada 1 Maret 2017 mendatang. Meski begitu, protokoler kerajaan baru memastikan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 1-9 Maret dan Jepang pada 12-14 Maret 2017. 

Negara di Asia Tenggara dan Timur, memang menjadi target Saudi untuk memasarkan produk minyak mentahnya. Namun sempat anjloknya harga minyak dunia sejak dua tahun lalu, membuat kerajaan mulai berpikir keras untuk melakukan diferensiasi lini bisnis pemerintah. Saudi ingin mengurangi ketergantungan dari penerimaan migas. 

Dilansir Reuters, Jumat (24/2), kunjungan Raja Salman ke Indonesia, Malaysia, Cina dan Jepang sekaligus untuk memulai penjajakan rencana penawaran lima persen saham Saudi Aramco, perusahaan migas terbesar yang dimiliki pemerintah. Rencana IPO ini bahkan bisa dibilang sebagai penawaran saham terbesar di dunia. 

Keseriusan keluarga kerajaan untuk menawarkan investasi juga tak main-main. Selain memboyong 1.500 personel pemerintah, Raja Salman juga membawa 10 menterinya, termasuk Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih serta pejabat Saudi Aramco. Perjalanan kenegaraan ini menjadi yang pertama, setelah kunjungan Raja Salman terakhir kali ke Amerika Serikat (AS) pada 2015 lalu. 

Rencana IPO yang akan dilakukan Saudi Aramco juga ditargetkan bisa menggaet investor dari Asia Tenggara dan Timur. Peranan perbankan di Jepang, Indonesia, Malaysia, dan Cina dianggap bisa memainkan peran penting bagi kerajaan untuk mengembangkan industri non-migas sekaligus memperluas investasi di luar Arab Saudi. 

Pada Agustus 2015 lalu, Saudi sudah meneken 15 perjanjian awal dengan Cina. Perjanjian yang disepakati pun bervariasi, mulai dari pembangunan perumahan dan proyek pengairan di Saudi hingga pembangunan kilang minyak. Saat itu, perjanjian dengan Cina dilakukan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. 

Langkah Saudi dengan menggandeng Cina ini dinilai sebagai landasan reformasi ekonomi yang dilakukan Saudi. Selain dengan Cina, Saudi juga menawarkan investasi di sektor teknologi hingga 45 miliar dolar AS dengan Japan SoftBank Group. 

Meski di satu sisi Saudi ingin mendiferensiasi lini usahanya, namun kerajaan ingin tetap memantapkan posisi Arab Saudi sebagai eksportir minyak terbesar di dunia. Apalagi di Cina yang menantang AS sebagai konsumen minyak terbesar di dunia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement