Jumat 24 Feb 2017 02:56 WIB

Pansus Pelindo II: Terindikasi Uang Negara Lenyap Rp 1 Triliun per Tahun

Rep: Ali Mansur/ Red: Ilham
Rieke Diah Pitaloka.
Foto: dpr
Rieke Diah Pitaloka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI tentang Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, saat ini Pansus Pelindo II telah kembali bekerja melanjutkan penyelidikan pada masa persidangan VIII 2016/2017. Menurut dia, pansus menemukan sejumlah fakta penting yang tak pernah diketahui publik.

Dia memberikan contoh, yaitu soal kejanggalan kontrak yang dilakukan anak usaha Pelindo II dengan pihak swasta asing. "Seperti telah disampaikan dalam rekomendasi pertama pansus tanggal 17 Desember 2015, ada indikasi kuat pelanggaran terhadap konstitusi dan perundang-undangan dalam proses perpanjangan anak perusahaan Pelindo II, JICT. Potensi kerugian negara dapat mencapai Rp 36 triliun akibat perpanjangan kontrak tersebut," kata Rieke dalam pers rilisnya, Kamis (23/2)

Politikus PDIP itu mengatakan, perpanjangan kontrak dilakukan pada 2016, dan sebenarnya kontrak berakhir 2019. Padahal, apabila tidak diperpanjang maka dalam perjanjian awal tahun 1999, JICT akan menjadi milik Indonesia 100 persen. "Itu diketahui dari fakta hukum yang ada, perpanjangan kontrak tersebut bahkan tanpa persetujuan RUPS (pemegang saham), yakni Menteri BUMN, tapi direksi tetap memproses perpanjangan JICT," katanya.

Selain soal kontrak yang terindikasi bermasalah, kata dia, Pansus Pelindo II juga mengendus adanya keanehan penerbitan global bond (pinjaman luar negeri). Rieke juga membeberkan bahwa manajemen Pelindo II yang lama (direksi lama) telah melakukan global bond senilai USD 1,58 miliar atau setara Rp 21 triliun dengan alasan untuk membiayai pembangunan Kali Baru (NPCT 1), Pelabuhan Sorong, Kijing, Tanjung Carat, dan Car Terminal.

Bahkan, kata Rieke, terungkap bahwa kontrak antara Pelindo II dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) terkait proyek Kali Baru dan pengelolaannya, terindikasi bermasalah. Sehingga, menurut dia, saat ini managemen baru Pelindo melakukan renegosiasi.

Kemudian, proyek seperti Pelabuhan Sorong, Kijing, dan Tanjung Carat belum bisa dilanjutkan akibat persoalan administrasi yang belum beres. Hal ini menjadi fakta bahwa global bond yang telah dilakukan tidak melalui perhitungan matang. "Akibatnya, pihak Pelindo II sekarang ini terbebani membayar bunga utang (di luar pokok utang) sebesar USD 73 miliar atau setara Rp 1 triliun per tahun," kata Rieke.

Yang lebih memprihatinkan lagi, pembayaran bunga tersebut diambil dari laba Pelindo II yang juga berasal dari anak-anak perusahaan, bukan dari hasil pengembangan Dana Global Bond. "Ada indikasi kerugian negara yang bisa dipastikan Rp 1 triliun per tahun," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement