Kamis 23 Feb 2017 03:04 WIB

BI Siap Bantu Keterbukaan Informasi Pajak Nasabah Bank

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendukung upaya pemerintah untuk melakukan reformasi perpajakan. Salah satu yang disiapkan adalah keterbukaan data perpajakan dan perbankan yang mulai berjalan pada 2018 mendatang.

Kebijakan yang nantinya akan diterapkan kepada 97 negara ini diharapkan bisa ikut menaikkan penerimaan pajak negara. Alasannya, pemerintah akan memiliki kemampuan melihat data perbankan wajib pajak untuk melacak transaksi atau kekayaan yang belum dilaporkan. Data ini juga akan dipertukarkan dengan negara lain yang menganut kebijakan serupa.

Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan skema Best Erotion Profit Shifting (BEPS). Agus menyebutkan, inisiatif ini dipegang oleh 134 negara sebagaimana kesepakatan G20 dan ditindaklanjuti OECD dan Global Forum. "Jadi kalau seandainya otoritas pajak di satu negara ingin mengetahui wajib pajaknya dan dia berkoordinasi dengan negara lain, negara lain akan respon dengan baik," ujar Agus usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, Rabu (22/2).

Namun, Agus menekankan bahwa pembukaan rekening atau data perbankan tidak akan dilakukan secara sembarangan. Wajib pajak atau nasabah yang terindikasi melakukan kecurangan perpajakan yang nantinya diberikan akses datanya kepada petugas pajak.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, selama ini rata-rata waktu yang dibutuhkan petugas pajak untuk mengurus permohonan akses data nasabah sebanyak 239 hari atau sekitar delapan bulan. Bahkan, untuk beberapa kasus dibutuhkan waktu hingga satu tahun untu bisa membuka data rekening wajib pajak di bank.

Ken juga menyebutkan, selama ini pembukaan data rekening harus dilakukan secara manual dengan mengajukan izin kepada Menteri Keuangan, Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan (OJK), baru kemudian dikembalikan lagi kepada petugas pajak. Saat ini, ujarnya, pemerintah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk melakukan seluruh proses perizinan secara daring.

Ia mengatakan, per 1 Maret 2017 akan ada dua aplikasi yang digunakan pemerintah untuk mempercepat akses kepada data perbankan yakni Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) yang digunakan di internal Kementerian Keuangan dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang dioperasikan oleh OJK setelah mendapat permohonan dari Kemenkeu. Tahap awal, pembukaan akses perbankan via daring ini akan melibatkan 10 kantor wilayah dan 16 KPP.

Berlakunya kedua sistem teknologi ini nantinya bisa mempersingkat waktu pengajuan akses data rekening nasabah hingga hanya 30 hari, bahkan sepekan. Harapannya, pembukaan rekening nasabah dalam waktu yang lebih singkat bisa mendorong kepatuhan wajib pajak. Tak hanya itu, pembukaan akses juga bisa dilakukan atas laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Tapi izin tetap melalui Menkeu. Intinya akan melalui aplikasi yang linked (terhubung) dengan OJK. Pembukaan rekening kalau dulu lama, bisa enam bulan sampai setahun, sekarang seminggu sudah bisa langsung jadi," kata Ken.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement