REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah berpeluang melemah dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan sentimen global yang mendorong kenaikan dolar AS dan kurangnya sentimen positif dari dalam negeri.
Analis Riset Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, dalam laporan risetnya, sepekan ini dollar index diperkirakan stabil cenderung naik. Spekulasi kenaikan FFR target mulai kembali setelah pidato Yellen di depan kongres yang hawkish serta inflasi Januari 2017 AS yang naik ke 2,5 persen yoy.
"Akan tetapi, hal itu belum mendongkrak peluang kenaikan FFR target di Maret 2017 mendatang, walaupun sudah mencegah penurunan dollar index yang lebih dalam," ujar Rangga, Rabu (22/2).
Kamis dini hari nanti, notulensi FOMC meeting akan memberikan petunjuk tambahan, ditambah dengan data penyerapan tenaga kerja nonpertanian AS pada Jum’at pekan depan. Isu geopolitik yang memanas di Uni Eropa juga meningkatkan permintaan dolar AS. "Sembari menunggu kepastian kebijakan fiskal Trump, dollar index diperkirakan stabil dengan kecenderungan naik," kata Rangga.
Beberapa kurs di negera berkembang mulai melemah terhadap dolar AS dan begitupun rupiah. Tetapi rupiah tetap menjadi salah satu kurs dengan performa terburuk satu bulan terakhir, yang mungkin disebabkan oleh ekspektasi kenaikan inflasi dan meningkatnya ketidakpastian politik di tengah pilkada.
"Likuiditas dolar AS masih datang dari surplus dagang yang naik, mencegah pelemahan rupiah yang lebih dalam. Sentimen global diperkirakan lebih mendominasi di pekan ini sehingga rupiah lebih berpeluang melemah dalam jangka pendek," jelasnya.