REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri financial technology (fintech) tengah berkembang di Indonesia. Hal itu membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lebih serius mengawasi industri keuangan berbasis digital tersebut.
Setelah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada akhir 2016 lalu, kini OJK akan menerbitkan peraturan baru terkait fintech. Tujuannya untuk mengatur lebih dalam menganai perusahaan fintech yang dapat menyalurkan pendanaan ke masyarakat dari kas internal sendiri.
Sebelumnya, POJK Nomor 77/POJK.01/2016 lebih mengatur fintech berbasis peer to peer lending atau usaha fintech yang menyalurkan modal dari pemilik modal ke penerima dana. "Kita akan bicarakan lagi, apakah nantinya asing bisa masuk dalam arti modal atau langsung memberikan dana," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Firdaus Djaelani, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa, (14/2).
Ia mencontohkan, misal terdapat fintech yang memerlukan pendanaan. Nantinya diatur, apakah dapat memeroleh pendanaan dari sindikasi luar negeri atau tidak.
"Aturannya (fintech) tidak seketat perusahaan asuransi atau perbankan karena bukan deposit. Dia bukan mengelola dana masyarakat, aturannya akan kita buat sederhana," jelasnya.
Firdaus ingin, aturan baru tersebut dirilis pada kuartal II 2017. Ia menambahkan, modal dari perusahaan fintech on balance sheet juga bisa dari modal asing.
"Kalau memang dia perlu modal dari asing karena mungkin di luar banyak dana yang lebih murah, ya nggak apa-apa," katanya. Meski begitu ia mengatakan, hal itu perlu didiskusikan lebih dalam.