Jumat 10 Feb 2017 20:31 WIB

Ini Empat Lapis Bea Keluar Ekspor Konsentrat yang Dibuat Pemerintah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Petugas menunjukkan hasil akhir produksi konsentrat barang hasil pertambangan. (ilustrasi)
Petugas menunjukkan hasil akhir produksi konsentrat barang hasil pertambangan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan sedikit perubahan lapisan tarif bea keluar ekspor konsentrat mineral tambang, menyusul implementasi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan perubahan itu.

Ia menyebutkan, pemerintah memutuskan ada 4 lapis tarif yang mengacu pada sejauh mana pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral tambang atau smelter bisa dilakukan. Nantinya, penjelasan soal 4 lapis tarif baru ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang dirilis dalam waktu dekat.

PMK ini sudah ditandantangi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani namun belum dirilis pekan ini. Suahasil menjelaskan, dibuatnya 4 lapis tarif bea keluar ekspor konsentrat ini bisa menambah potensi penerimaan negara dari bea keluar hingga Rp 5 triliun per tahun.

Ia merinci, berdasarkan beleid yang baru maka bea keluar sebesar 7,5 persen harus dibayarkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bila perkembangan smelter berada di rentang 0 (nol) hingga 30 persen. Sedangkan di lapisan kedua, bea keluar sebesar 5 persen diterapkan untuk perkembangan smelter di rentang 30 sampai 50 persen.

Di lapis ketiga, tarif bea keluar 2,5 persen dikenakan kepada pemegang IUPK bila smelter bisa terbangun dengan progres 50 hingga 75 persen. Terakhir, pemegang IUPK berhak menanggung tarif bea keluar nol persen bila progres smelter menyentuh 75 persen ke atas. Sementara tarif bea keluar untuk bijih nikel dan bauksit kadar rendah dikenakan bea keluar 10 persen.

"Dengan sistem yang seperti itu memang kami ingin smelter itu segera dibangung biar dia dapat tarif bea keluar yang lebih rendah. Pokoknya kita bangun layer untuk berikan insentif memeprcepat pembangunan," jelas Suahasil di Kementerian Keuangan, Jumat (10/2).

Suahasil menjelaskan, pemegang IUPK tetap harus tunduk pada PP nomor 1 tahun 2017 yang menjelaskan tentang pengenaan bea keluar dan tarif perpajakan. Sebagai informasi, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, dijelaskan bahwa tarif 7,5 persen dikenakan untuk progres nol hingga 7,5 persen.

Sedangkan bila kemajuan pembangunan smelter kurang dari 30 persen, maka tarif bea keluar 5 persen, dan tarif nol persen untuk kemajuan pembangunan smelter di atas 30 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement