REPUBLIKA.CO.ID, MANADO – Produksi jagung di Sulawesi Utara (Sulut) mengalami kenaikan sampai 100 persen. Namun demikian, harga jual bahan baku pakan ternak tersebut turun drastis di bawah harga referensi dasar yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, yakni Rp 3.150 per kilogram.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara Ari Bororing mengatakan, jumlah produksi jagung Sulut saat ini mencapai 600 ribu ton. “Ini meningkat 100 persen dari produksi tahun lalu yang 300 ribu ton,” kata Ari kepada Republika, Kamis (9/2).
Menurut Ari, produksi jagung yang meningkat tajam memang dikarenakan adanya program upaya khusus peningkatan produksi jagung sekaligus amanah dari pemerintah pusat. Sayangnya, peningkatan produksi tersebut tidak dibarengi dengan harga jual jagung pipilan kering yang didapat petani.
Tahun lalu, saat produksi 300 ribu ton, petani bisa menjual harga jagung mencapai Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kilogram. Saat ini, harga jual jagung justru anjlok sampai Rp 2.100 per kilogram.
“Memang bervariasi, ada yang Rp 2.300 per kilogram, ada yang Rp 2.700 per kilogram. Tapi ini semua masih jauh di bawah harga referensi,” katanya.
Ari melanjutkan, anjloknya harga jagung terjadi di sejumlah daerah sentra produksi, antara lain Bolaang Mongondow Raya, Mongondow Selatan, Mongondow Utara, dan Kota Kotamobagu.
Anjloknya harga jagung praktis membuat para petani jagung resah lantaran produksinya tidak bisa terjual. Apalagi, kata Ari, Bulog tidak bisa membeli dengan alasan tidak ada uang. Informasi yang didapat dari Divre Bulog Sulut, mereka baru mengusulkan ke Bulog pusat untuk anggaran pembelian jagung.
Menurut Ari, para petani jagung bertambah khawatir lantaran kondisi hujan yang masih banyak yang bisa mengakibatkan jagung rusak. Karena itu, Ari meminta, pemerintah segera mengirimkan mesin pengering (dryer) untuk menyelamatkan jagung petani.
“Kami butuh setidaknya satu kecamatan dua dryer, jadi untuk Sulut kira-kira buruh 40 dryer,” ujar Ari.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sinar Langagon, Bolaang Mongondow, Sulut, Eko membenarkan kegelisahan petani jagung terkait turunnya harga jagung. Menurut dia, saat ini petani hanya bisa menjual jagung di kisaran Rp 2.100 sampai Rp 2.500 per kilogram pipilan kering.
"Ini kami bertambah khawatir karena panen raya masih dua minggu lagi. Kalau harga tetap seperti saat ini, petani bisa rugi," katanya.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyatakan, sebaiknya Bulog harus cepat menyerap jagung dari petani. Tidak ada alasan bagi Bulog tidak bisa membeli jagung dari petani lantaran Bulog mempunyai fungsi pelayanan publik terkait hal itu.
“Jangan saat produksi kurang, Bulog cepat melakukan impor, tapi saat produksi berlimpag sulit untuk menyerap. Ini kan kondisi anomali sama seperti bencana. Masak kalau ada bencana mau tanya dulu pemerintah ada anggaran apa tidak,” kata Agung.
Selain Bulog, Agung melanjutkan, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) juga harus segera menyerap jagung dengan harga referensi dasar sebesar Rp 3.150 per kilogram. Apalagi, GPMT sudah ada komitmen dengan Kementerian Pertanian untuk menyerap produksi jagung.