Rabu 08 Feb 2017 05:21 WIB

Kebijakan Industri Impor Gas Sedang Dikaji

Rep: Frederikus Bata/ Red: Budi Raharjo
 Pekerja memeriksa pipa gas untuk proyek infrastruktur energi di gudang penyimpanan Pertamina Gas (Pertagas) di Kawasan Industri Medan 3 (KIM 3), Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/6). (Antara/M Agung Rajasa)
Pekerja memeriksa pipa gas untuk proyek infrastruktur energi di gudang penyimpanan Pertamina Gas (Pertagas) di Kawasan Industri Medan 3 (KIM 3), Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara, Rabu (24/6). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pemerintah sedang mengkaji potensi industri pengimpor gas. Tentu saja, kata dia, hal tersebut bertujuan mendapatkan harga yang kompetitif.

"Kita mengutamakan yang di dalam. Kalau di dalam, gas tidak memenuhi, kita buka impor. Dan ini butuh waktu," kata Arcandra saat ditemui di Forum The Indonesian Gas Society (IGS) bersama Pertamina di Jakarta Convention Center, Selasa (7/2).

Namun yang paling utama, infrastruktur penunjang harus dibangun terlebih dahulu. Ia menerangkan pembangunan tersebut membutuhkan waktu lama.

"Ada rencana kayak gitu, infrastruktur bangun dulu. LNG (gas alam cair) gimana masuknya. Kecuali FSRU (kapal yang dilengkapi dengan peralatan merubah LNG ke Gas)," ujar Arcandra.

Untuk FSRU saja perlu dua hingga tiga tahun. "Belum melihat daerahnya seperti apa, harus bangun jetty dan lain-lain, dan ini butuh waktu," tutur Arcandra.

Ia membantah wacana impor gas untuk industri karena Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 sulit diimplementasikan. Ia mencontohkan bagaimana realisasi aturan ini untuk tiga industri yakni baja, pupuk, dan petrokimia.

"Empat lain sedang dievaluasi. Caranya, industri tersebut berapa kontribusi ke GDP. Kayak makanan, misalnya kontribusi ke GDP Rp 10 triliun. Dari Rp 10 triliun berapa komponen gasnya," ujar Arcandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement