REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Umi Qoidah harus memutar otak untuk memasak. Pagi ini (Senin, 6/2) ia berbelanja di pedagang sayur keliling yang biasa beroperasi di komplek perumahannya.
Namun ia dikejutkan ketika membeli cabai rawit merah. Harga cabai rawit merah semakin tak terkendali. "Saya beli cabai Rp 3 ribu hanya dapat 11 buah," ungkapnya.
Masih mahalnya harga cabai membuat Umi harus mengurangi menu masakan yang membutuhkan cabai rawit merah. Padahal, suami dan anaknya doyan menyantap masakan pedas.
Pedagang sayur keliling atau yang di Malang biasa disebut mlijo memang menjadi andalan ibu-ibu rumah tangga dalam berbelanja. Selain dekat dari rumah, pembeli juga bisa membeli eceran. Namun bagi ibu rumah tangga seperti Umi Qoidah, membeli cabai secara eceran di mlijo rupanya juga harus merogoh kocek lebih dalam.
Mahalnya harga cabai sudah terjadi sejak ada di tingkat petani. Pairan, petani di Dusun Klerek, Torongrejo, Kota Batu menuturkan hari ini ia menjual cabai rawit merah ke pedagang seharga Rp 100 ribu per kilogram. Dengan harga setinggi itu pun, laba yang ia peroleh masih tipis.
"Sedang banyak hujan dan hawanya lebih dingin jadi cabai mudah busuk," ungkapnya saat ditemui Republika di lahannya, Senin (6/2). Alhasil cabai-cabai pun dipanen lebih dini. Jika terlambat sedikit maka cabai akan membusuk dan tak laku di pasaran.
Kondisi demikian mau tak mau membuat harga jual cabai melambung tinggi. Pasalnya ia harus mengeluarkan biaya produksi untuk membeli pupuk dan pestisida. Belum lagi Pairan harus mengeluarkan biaya Rp 4 juta per tahun untuk sewa lahan.
Ongkos buruh tani pun tak bisa dibilang sedikit. Menurutnya upah buruh cangkul lahan kini rata-rata Rp 40 ribu per orang per hari. Sedangkan buruh petik cabai rata-rata diupah Rp 35 ribu per orang per hari. "Keadaan demikian mengakibatkan harga cabai jadi tinggi sekali," ujarnya.