REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperkirakan inflasi di Indonesia pada akhir 2017 naik ke kisaran 4,5 persen karena terimbas pengurangan subsidi listrik dan pemulihan harga komoditas.
Dalam pernyataan konsultasi artikel IV IMF untuk Indonesia yang dikutip di Jakarta, Sabtu (4/2), IMF menyimpulkan meskipun ada kenaikan inflasi, indikator ekonomi Indonesia lainnya menunjukkan perbaikan, yang ditopang bauran kebijakan hati-hati untuk makro ekonomi dan keberlanjutan reformasi struktural.
"Prospek untuk jangka pendek (near-term outlook) masih baik. Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan tumbuh moderat di 5,1 persen. Inflasi diperkirakan naik ke kisaran 4,5 persen pada akhir 2017," tulis IMF dalam pernyataannya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan 5,1 persen pada 2017, menurut IMF, ditopang kenaikan bertahap investasi swasta menyusul membaiknya komoditas, kemudian juga karena suku bunga rendah, dan pulihnya permintaan barang dari luar negeri yang disokong memabiknya kondisi perdagangan global.
Indikator ekonomi lainnya yang merekam transaksi barang dan jasa antara penduduk Indonesia dan mancanegara, yakni neraca transaksi berjalan, diperkirakan IMF mencatatkan defisit dua persen dari Produk Domestik Bruto, atau masih di rentang yang ditolerir oleh otoritas di Indonesia. Dalam pernyataannya, IMF menyimpulkan Indonesia telah mengelola stabilitas makro ekonomi, dan mampu menyesuaikan kondisi dengan dinamika terbaru ekonomi global.
"Kebijakan pruden dan reformasi struktural telah berkontribusi di tengah kondisi lambat pertumbuhan ekonmi global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat, namun tetap kuat," tulis IMF.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat tekanan inflasi tahun ini sangat bersumber dari kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices). Bhima juga mengingatkan tekanan inflasi lebih besar mungkin bisa datang dalam waktu dekat, dengan terus menanjaknya harga minyak mentah dunia, yang bisa memicu kenaikan harga bahan bakar minyak di dalam negeri.
"Kenaikan harga BBM bisa sangat sensitif sekali terhadap inflasi. Pada semester I 2017, tekanan untuk menaikkan harga BBM cukup tinggi," ujar dia.
Indef memperkirakan inflasi 2017 akan berada di 4-4,25 persen. "Perkiraan kita belum seekstrem IMF yang hingga 4,5 persen," ujarnya.