REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris Utama PT Pertamina Tanri Abeng mengatakan, ada beberapa kebijakan yang menyangkut proyek Pertamina yang dibuat Direktur Utama dan Wakil Dirut, tapi tak sinkron. Tanri menjelaskan, dinamika seperti itu tak bisa terus terusan dibiarkan.
Penjelasan Tantri tersebut terkait pencopotan secara resmi Direktur Utama (Dirut) Dwi Sutjipto dan Wakil Dirut Ahmad Bambang dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Jumat (3/2).
Tanri mengatakan, dalam beberapa kebijakan misalnya, pengangkatan dan pergantian para pegawai senior tak kunjung dilakukan. Padahal, penyegaran dan konsep baru bisa saja hadir dari para orang orang muda. Beberapa kursi bahkan tidak terisi.
"Ada 20 tenaga strategis yang mestinya diganti atau diisi tidak segera diambil keputusannya. Misalkan dalam pertagas banyak kursi kosong dan regenerasi banyak terlambat," ujar Tanri di Gedung Kementerian BUMN.
Selain itu, Tanri menjelaskan, banyak proyek yang keputusannya tidak segera dilakukan. Salah satunya dalam proyek impor solar. Keputusan yang ditanda tangani oleh Ahmad Bambang tersebut tidak disepakati oleh Dwi Sutjipto.
"Misalnya kemarin yang ribut itu kenapa wadirut tanda tangani impor solar. itu tidak benar kan seharusnya pengalokasian itu sudah jalan, tapi antara Dirut dan wadirut nggak sejalan, itu antara lain. Itu kalau tidak diambil langkah kan bisa bahaya," ujar Tanri.
Selain proyek impor solar, Tanri menjelaskan, terkait kenaikan harga Pertamax juga banyak hal yang sebenarnya tidak harus terjadi. "Sebetulnya kan mereka bisa berkomunikasi. tapi justru malah dipermasalahkan di antara mereka, nah ini semua menurut saya kerja sama yang tidak mendukung tercapainya kinerja yang optimal," ujar Tanri.
Dia menjelaskan, harusnya ada komunikasi yang terbentuk dengan baik antara Dwi Sutjipto dan Ahmad Bambang. Ia menilai, ketidaksinkronan keputusan antara keduanya bisa membahayakan posisi Pertamina.
"Sebetulnya kan mereka bisa berkomunikasi. tapi justru malah dipermasalahkan di antara mereka, nah ini semua menurut saya kerja sama yang tidak mendukung tercapainya kinerja yang optimal," ujar Tanri.