REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya mengatasi masalah pencemaran akibat limbah terus dilakukan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus menggali inovasi sebagai solusi permasalahan ini. Salah satunya melalui forum Pojok Iklim yang menghadirkan Greenbelt Resources Corporation, inovator teknologi yang mengubah limbah menjadi energi, Rabu (1/2).
Adalah Greenbelt, teknologi pengolahan limbah menjadi energi terbarukan, dengan memanfaatkan limbah makanan atau limbah pertanian. Data Greenbelt menunjukkan, di kawasan Asia Tenggara, rata-rata dihasilkan sebanyak 127 kg limbah/orang dalam setahun. Limbah ini umumnya diolah menjadi kompos agar dapat dimanfaatkan kembali.
Di sisi lain, pengolahan limbah menjadi kompos dalam skala besar dapat menimbulkan masalah. Karena kompos memungkinkan sisa makanan membusuk, dan melepaskan metana (CH4) yang memiliki efek 84 kali lebih buruk daripada CO2 sebagai gas rumah kaca.
Greenbelt dapat menkonversi limbah dengan sumber daya yang terbatas dan memperoleh nilai maksimum dari limbah. Hasil konversi limbah dapat berupa sumber bahan bakar (etanol), makanan, pupuk dan air bersih. Material limbah padat tertentu dapat dikonversi menjadi bahan bangunan dan pelet untuk listrik. Tim Greenbelt Resources Corporation terdiri dari Charles Ong Saerang, Darren Eng dan Michael Nakamura.
“Dengan model-modelnya yang simpel, menjadikan sistemnya tidak perlu dibangun/di-install layaknya sebuah pabrik, tapi bisa dipindah-pindahkan (mobile)," kata Michael Nakamura, anggota Dewan Greenbelt Resources Corporation.