Senin 30 Jan 2017 21:21 WIB

UKM Halal, Kuncinya pada Pola Pikir

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Pengunjung mencoba produk UMKM di pameran Indonesia Internasional Halal Expo. (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pengunjung mencoba produk UMKM di pameran Indonesia Internasional Halal Expo. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Usaha Kecil dan Mengengah (UKM) bisa menjadi UKM halal bila memili pikir dan kemauan ke arah sana. Apalagi, kian hari konsumen kian cerdas.

Kasubdit Inspeksi Produk Berlabel Halal BPOM Meutia menjelaskan, titik kritis UKM untuk bisa memproduksi produk halal adalah pada pola pikir dan kemauan untuk berubah. Bagi BPOM, yang penting UKM menerapkan praktik manufaktur yang baik (GMP) karena tuntutan BPOM bukan pada kehalalan. Keamanan pangan, siapapun itu Muslim atau bukan, semua butuh.

Kalau GMP bagus, kata dia, BPOM bisa memfasilitasi UKM untuk mendapat sertifikat halal. "Jadi mulainya dari mana? Dari niat. Karena kalau produksi produk dari bahan berbahaya dan tidak halal, merugikan konsumen. Konsumen sekarang cerdas," ujarMeutia usai diskusi terbatas tentang peran BPOM dalam mendorong daya saing halal dan proteksi UKM di Kantor Ikhsan Abdullah & Partners, Senin (30/1).

Tiap tahun BPOM memiliki program pembinaan UKM sejak 2013. Pembinaan UKM oleh BPOM pun punya rambu, tidak langsung ke persoalan halal.

Bimbingan di awal pada UKM tentang keamanan pangan, pelabelan yang benar, standar produksi yang baik, kemasan yang baik, pendaftaran pangan, sertifikat halal, baru pada pembianaan UKM berorientasi ekspor. "Pembinaan ini tidak hanya oleh BPOM. Kami juga mengundang MUI untuk menjelaskan bagaimana UKM membentuk sistem jaminan halal dan menjaganya," kata Meutia.

Ada juga modul hubungan halal dan thayib. Namun, kata dia, hal ini susah karena tidak banyak pelaku UKM mau membacanya. "Apa yang kami berikan, itu harus bisa diterapkan dan dijaga. Sehingga kalau sudah dapat sertifikat halal, sistemnya harus dijaga," ujarnya.

Persoalannya, berat bagi UMKM untuk memenuhi semua syarat sekaligus. Pada UKM fokus BPOM pada higienitas agar tidak usaha masuk kategori berisiko tinggi dan kritis. Karena itu, petugas yang mensurvei akan menindak lanjuti hasil survei dengan meminta komitmen pelaku UKM untuk melakukan perbaikan.

"Untuk melakukan perubahan, UMKM itu berat. BPOM juga tanya apa mereka punya kesiapan. Kami tidak lagi banyak beri buku, tapi beri bimbingan teknis. Perabaikan pola pikir itu penting," kata Meutia.

Temuan yang sering muncul saat survei UKM adalah dokumentasi tidak lengkap seperti resep yang hanya diingat, tidak tertulis. Juga higienitas produksi oleh karyawan dan bagan operasional. Tidak jarang saat pelatihan, yang dikirim pelaku UKM adalah stafnya. Kalau staf keluar, informasi dari hasil pelatihan juga hilang. Yang berat bagi UMKM juga adalah uji laboratorium sehingga butuh sinergi dengan lembaga lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement