Kamis 26 Jan 2017 14:22 WIB

DK OJK Perlu Tingkatkan Kecepatan Bentuk Regulasi

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Foto: dok. Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2017-2021 telah dilaksanakan. Nantinya dari hasil seleksi, sebanyak 21 nama calon akan diserahkan pada Presiden Joko Widodo.

Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengatakan, pemimpin baru yang akan menduduki kursi OJK diharapkan profesional dan mampu membawa lembaga menjadi lebih baik lagi. "Yang perlu ditingkatkan adalah kecepatan OJK dalam membuat regulasi dan melakukan pengawasan terhadap inovasi-inovasi keuangan baru, misanya fintech," ujar Eric Sugandi pada Republika, Kamis (26/1).

Selain itu, koordinasi harus terus dilakukan dengan institusi-institusi lain seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menjaga stabilitas sistem finansial.

Menurut Eric, sebagai lembaga yang masih muda, apa yang sudah dilakukan OJK selama lima tahun terakhir sudah cukup baik. OJK terbentuk pada tahun 2012 dan Muliaman D Hadad yang sebelumnya merupakan Deputi Gubernur Bank Indonesia ditunjuk oleh Presiden SBY dan disetujui oleh DPR menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner OJK yang pertama. Sebelumnya, pengawasan mikro prudensial atau lembaga jasa keuangan dilakukan di Bank Indonesia.

Untuk pemilihan DK OJK yang baru ini, Eric berharap pemimpin yang terpilih tidak hanya profesional, namun juga independen dari lembaga-lembaga keuangan yang diawasinya, sama seperti sebelumnya.

Hal ini berarti rekam jejak yang bersangkutan harus diperiksa dengan seksama. Misalnya apakah yang bersangkutan pernah bekerja atau menjadi direksi atau komisaris di lembaga-lembaga keuangan. Meski menurutnya tidak apa-apa selama tidak lagi menjabat di lembaga keuangan tersebut ketika dilantik menjadi pejabat OJK.

"Tapi tentu perlu dilihat apakah yang bersangkutan punya hubungan khusus yang memungkinkan perbedaan perlakuan terhadap lembaga keuangan tersebut dibandingkan yang lain," tuturnya.

Selain itu, tidak pernah melakukan korupsi dan kejahatan, terutama di bidang keuangan, seperti memanipulasi pergerakan pasar atau rigging suku bunga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement