REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan bahwa di tahun 2016 produksi rokok turun sebanyak Rp 6 miliar batang. Penurunan tersebut, Heru mengatakan disebabkan oleh maraknya rokok ilegal.
Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan DPR Komisi XI yang berlangsung Senin (16/1) lalu. Dalam rapat tersebut, Heru Pambudi juga menyampaikan bahwa fokus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saat ini adalah pemberantasan rokok ilegal. "Fokus kami berantas rokok ilegal," ujarnya.
Perlu diketahui, pada 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan lebih dari 2.200 penindakan terkait pelanggaran rokok ilegal. Jumlah ini mengalami peningkatan dibanding 2015 sebanyak 1.232 penindakan.
Di kesempatan yang sama, Heru juga mengusulkan adanya ekstensifikasi barang kena cukai baru berupa plastik di tahun 2017. Usulan ini dipandang dapat mengakomodasi fungsi pengendalian dan penerimaan negara.
Sementara, anggota DPR Komisi XI Indah Kurnia menilai bahwa penyebab utama rokok ilegal marak adalah kenaikan cukai yang tinggi pada 2016, yang mencapai 15 persen. Angka itu jauh lebih tinggi dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain kenaikan cukai, PPN rokok juga mengalami kenaikan tarif dari 8,4 persen ke 8,7 persen di tahun yang sama.
Hal tersebut pada akhirnya berimbas pada daya beli masyarakat, maraknya rokok ilegal dan akhirnya penurunan produksi rokok pada 2016. “SKT yang paling parah terdampak. Selain karena kenaikan cukai terlalu tinggi, kenaikan cukai juga masih kurang berpihak ke SKT karena masih ada tarif SKM/SPM yg lebih rendah dari tarif SKT. Perlu diperhatikan peningkatan tarif cukai tidak serta merta menurunkan minat merokok, tapi justru menyuburkan konsumsi rokok ilegal.” jelas Indah.
Indah menyatakan pihaknya akan mendukung pembahasan ekstensifikasi barang kena cukai, kendati belum bisa memastikan kapan pembahasan akan dimulai.
Secara terpisah, anggota DPR Komisi XI Wilgo Zainar juga menyatakan dukungannya terkait pemberantasan rokok ilegal. “Karena itu, DJBC harus melakukan pengawasan yang lebih ketat lagi terhadap perusahaan rokok ilegal ini. Kalau volume turun karena faktor kesadaran masyarakat untuk hidup sehat, saya kira ini positif. Tapi kalau turun volume karena merebaknya rokok ilegal, ini jelas merugikan negara. Pemalsu cukai dan pabrik rokok ilegal perlu ditindak tegas,” kata Wilgo.
Wilgo juga memperingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam pengambilan kebijakan cukai. Penerimaan cukai dan turunnya volume rokok merupakan dampak dari kenaikan cukai rokok sehingga rokok ilegal semakin marak. Faktor naiknya harga rokok legal menjadi alasan berpindahnya perokok ke rokok ilegal yang jauh lebih murah. Rokok ilegal saat ini mencapai 11 persen, perpindahan konsumsi ke rokok ilegal akan merugikan semua pihak.
“Terkait ekstensifikasi, kami dukung penuh untuk objek cukai plastik dan kemasan plastik serta produk lainnya yang mendukung upaya pengendalian dan mendongkrak penerimaan. Mudah-mudahan dapat segera ditetapkan dan diberlakukan. Kita berharap 2017 sudah bisa dilaksanakan untuk segera menambah penerimaan negara dari sektor cukai,” kata Wilgo.