REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Di hari pertama menjadi presiden AS, Donald Trump langsung membuat gebrakan di bidang ekonomi. Dia mengakhiri keanggotaan puluhan tahun AS dalam kesepakatan perdagangan bebas di Asia Pasifik.
"Apa yang baru saja kita lakukan adalah hal besar bagi pekerja AS," ujar Trump pada Senin (24/1) setelah menandatangani memorandum mundurnya AS dari keanggotaan kemitraan Trans-Pasific bersama 11 negara lain. Dia juga berencana mengkaji ulang perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada.
"Kita telah membicarakannya sejak lama," ujarnya dalam laporan Bloomberg, Selasa (24/1).
Kebijakan Trump ini sebenarnya bukan merupakan kejutan. Dia menentang TPP dan kesepakatan perdagangan lain selama kampanye untuk menghuni Gedung Putih. Belum ada kejelasan soal Trump akan mengganti TPP dengan kesepakatan lain. Akan tetapi, ada kekhawatiran lain mengenai pengaruh kebijakan proteksionisme di ekonomi modern, di mana barang bisa bebas melewati banyak negara sebelum sampai ke konsumen.
"Belum pernah ada seorang presiden yang menginisiasi proteksionisme atau begitu vokal tentang menutup diri. Kebijakan perdagangan AS secara bipartisan sejak 1934 diarahkan menuju liberalisasi, akomodasi, dan internasionalisme," ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Perdagangan Cato Institute's Herbert A Stiefel, Dan Ikenson.
Kebijakan Trump tersebut menimbulkan ekspresi kekecewaan dari sejumlah anggota partai Trump sendiri termasuk Senator John McCain. Dia memperingatkan kebijakan itu bisa mengancam posisi strategis AS di Asia, di mana Cina siap untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS.
"Meninggalkan TPP adalah keputusan yang salah. Ke depan, ini sangat penting bagi Amerika untuk memperluas agenda perdagangan di Asia Pasifik yang akan membuat pekerja dan perusahaan Amerika kompetitif di salah satu wilayah dengan kemajuam dan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia," ujarnya.
Proteksionisme ekonomi di bawah Trump dinilai akan membuat AS kesulitan untuk bersaing. Komite The Business Roundtable yang mendukung kesepakatan TPP menilai pemerintahan baru harus terus mendorong perjanjian perdagangan dengan Asia untuk memberi AS keunggulan kompetitif.
"Fakta bahwa pesaing utama kami, Cina dan Uni Eropa, bergerak maju dengan kesepakatan perdagangan sendiri dengan Asia Pasifik akan membuat AS lebih sulit untuk bersaing, ujar Ketua Business Rountable International Engagement Committe, Tom Linebarger.
Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer mengatakan pemerintah terus mendorong perjanjian perdagangan bilateral dengan masing-masing negara, yang bisa memberikan posisi tawar lebih tinggi kepada AS dibandingkan grup negosiasi yang lebih besar. Kesepakatan perdagangan ini membutuhkan waktu panjang untuk tuntas dan dijalankan.
Asosiasi Peternak Sapi Nasional AS yang merepresentasikan 230 ribu peternak dan feeders mengatakan tidak memiliki kesepakatan seperti TPP yang membuat 400 ribu dolar AS dalam penjualan per hari dan Nafta telah meningkatkan ekspor daging sapi AS ke Meksiko lebih dari tujuh kali lipat. Tanpa perjanjian itu, harga daging sapi akan lebih tinggi dibandingkan luar negeri, yang akan merugikan mereka. "TPP dan NAFTA telah lama menjadi wadah hantaman politis, tapi kenyatannya perdagangan luar negeri menjadi salah satu kisah sukses terbesar sepanjang sejarah industri daging sapi AS, " ujar asosiasi tersebut. Ekspor pertanian AS juga naik dua kali lipat sejak penandatangan Nafta pada 1993 oleh Presiden Bill Clinton.
Data dari Bloomberg Intelligence menyebut keputusan Trump untuk mundur dari TPP menghilangkan potensi penghematan tarif impor untuk riteler seperti Foot Locker Inc dan Wal-Mart serta merk besar seperti Nike, Adidas AG, dan Puma SA. Distributor dan Riteler Amerika menyatakan biaya impor telah dipotong 450 juta dolar AS dalam setahun.