REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Malang menunjukkan eksistensinya sebagai kota para pengrajin kreatif. Lampion yang diproduksi di Kota Malang berhasil menembus pasar Eropa.
Bahkan menjelang Imlek, lampion-lampion produksi pengrajin di kampung Juanda laris manis diburu konsumen dari berbagai penjuru. Kampung Juanda atau yang juga dijuluki kampung lampion telah lama menjadi sentra pembuatan lampion.
Lampion yang dihasilkan pun terbukti berkualitas. Hal ini ditunjukkan dari pesanan yang tak berhenti mengalir. Seorang pengrajin bernama Muhammad Said menuturkan produknya telah diekspor hingga Belanda dan Perancis. "Rutin tiap tiga bulan sekali diekspor, bulan depan juga ada pengiriman ke Belanda sebanyak 1.200 buah," ungkapnya ketika ditemui Republika, Ahad (22/1).
Menjelang perayaan Imlek yang jatuh pada pekan depan, pesanan lampion sudah membeludak sejak jauh-jauh hari. Said menghitung tak kurang dari tiga ribu lampion telah ia produksi selama sebulan terakhir. Jumlah itu melonjak tiga kali lipat jika dibandingkan pada bulan-bulan biasa.
Carlsberg, produsen bir asal Denmark, tak ketinggalan ikut memesan lampion sebanyak dua ribu buah. "Katanya perusahaan akan bagi-bagi lampion pada perayaan Imlek," imbuh pria berambut gimbal ini.
Pada perayaan Imlek, lanjut Said, lampion yang banyak dicari adalah model bola atau kapsul dengan rumbai-rumbai. Untuk lampion berdiameter 40 sentimeter lengkap dengan sablon, Said menjual dengan harga Rp 47 ribu per buah. Sedangkan untuk lampion berukuran sama tanpa sablon dijual Rp 35 ribu per buah. Lampion paling murah adalah yang berdiameter 20 sentimeter seharga Rp 12.500 per buah.
Dalam sehari, Said mampu memproduksi 150 buah lampion. proses pembuatan lampion melibatkan kerabat dan tetangga yang ada di sekitar rumahnya. Jika memasuki masa Imlek seperti sekarang, pria 38 tahun ini mampu mengantongi pendapatan bersih hingga Rp 40 juta per bulan.
Menurutnya pesanan lampion untuk Imlek masih mengantre hingga akhir Januari. Sementara pesanan lampion di luar perayaan Imlek sudah menanti hingga pekan kedua Februari. "Kita sampai menolak order karena sumber daya yang terbatas," pungkasnya.