Jumat 20 Jan 2017 12:04 WIB

Sri Mulyani Ajak Mahasiswa Logis dalam Mengkritik

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum bertemakan 'Efektivitas APBN untuk Membangun Negeri' di Kampus Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali, Jumat (20/1). Mantan direktur Bank Dunia (World Bank) ini mengingatkan mahasiswa dan civitas akademika agar logis dalam memberikan kritik.

"Sebagai menteri keuangan, saya senang jika negara ini tidak berutang. Namun, jika tidak berutang, maka penerimaan negara harus naik, belanja harus turun. Sama seperti Anda tidak mau bayar pajak, namun uang sekolah maunya gratis. Anda mau naik angkot, tapi bensinnya ingin disubsidi dan ongkos tidak perlu bayar. Jika mau mengkritik, maka beri kritik logis," kata Sri Mulyani di hadapan ribuan civitas akademika Universitas Udayana, Jumat (20/1).

Tingkat utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini 28 persen. Sri Mulyani menyebut Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat yang berprediket negara maju sesungguhnya memiliki porsi utang jauh lebih besar. "Posisi kita adalah tetap menjaga dan mengelola utang dengan hati-hati dan bijaksana," ujarnya.

Supaya APBN berkesimbungan, Sri Mulyani mengatakan sisi penerimaan APBN harus diperbaiki. Penyumbang sisi penerimaan negara terbesar adalah pajak dan bea cukai. Tingkat kepatuhan membayar pajak penduduk Indonesia juga perlu ditingkatkan.

Saat ini dia mengatakan wajib pajak terdaftar mencapai 32 juta orang. Sri Mulyani mengatakan sekitar 20 juta dari 32 juta wajib pajak memiliki Surat Pajak Tahunan (SPT). Hanya 12 juta wajib pajak yang betul-betul patuh menunaikan kewajibannya. Sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia 62,3 persen.

Sebagian besar dari mereka yang malas membayar pajak adalah orang-orang kaya. "Bayangkan jika tingkat kepatuhan wajib pajak 80 persen, maka penerimaan perpajakan pasti meningkat," katanya.

Perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio di Indonesia hanya 11 persen. Menteri kelahiran Bandar Lampung ini menilai angkanya tidak acceptable. Tax ratio Indonesia seharusnya 15 hingga 16 persen, seperti Malaysia dan Thailand. Jumlah tersebut dia mengatakan cukup untuk membuat perekonomian negara ini tidak defisit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement