REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan keinginannya agar jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit kelas atas dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, ide ini lantaran pasien-pasien yang datang ke rumah sakit mewah tergolong pasien berduit.
Rencana ini disampaikan Ken dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Selasa (17/1). Ken mengatakan, selama ini memang ada sejumlah sektor barang dan jasa yang tidak dikenai PPN, termasuk jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan sejumlah jenis jasa tak kena PPN lainnya. Sementara untuk barang, sejumlah barang tak kena PPN seperti beras, jagung, sagu, kedelai, dan bahan pokok lainnya.
Ken mengatakan di sisi lain pemerintah sedang menghitung basis pajak Indonesia ke depan agar lebih luas dan memberikan penerimaan yang lebih tinggi. Ia menyatakan akan melakukan kajian untuk memilah lagi barang dan jasa sektor mana saja yang bisa dikenai pajak dan mana saja yang tidak bisa dikenai pajak.
"Tak semua belanja bisa dikenai pajak. Misal pendidikan dan kesehatan tak bisa dikenai pajak. Kalai kita ke RS kan tidak kena PPN. Makanya ke depan saya minta dukungan bahwa kalau jasa kesehatan, ya jasa kesehatan yang kelas menengah ke bawah (yang tak kena PPN). Kalau jasa kesehatan kelas mewah ya pasiennya kan punya duit," ujar Ken, Selasa (17/1).
Selain itu, Ken menyebutkan, dalam memperbaiki optimalisasi perpajakan pemerintah akan meneliti kepatuhan subyek pajak dalam menyetorkan PPN-nya. Ia mengambil contoh, masih ada pelaku usaha yang tidak menyetorkan PPN yang dibayarkan konsumen.
Hanya saja, lanjut Ken, pemerintah perlu mengecek kepatuhan produsen air mineral tersebut apakah PPN sudah disetor sesuai angka aktual atau belum. "Karena data kita menunjukkan banyak sekali yang akan kita lakukan," katanya.
Selain itu, Ken juga menegaskan bahwa kepatuhan pajak bisa dibangun dengana danya kepercayaan antara wajib pajak dengan aparat pajak. Namun, ken mengakui bahwa masih ada pekerjaan rumah besar bagi pemerintah untuk memberikan pemahaman untuk apa saja uang pajak yang dibayarkan masyarakat.
Ia berharap, bila masyarakat paham dengan baik ke mana saja pajak yang mereka bayar bisa digunakan, tingkat kepatuhan bisa meningkat. "Wajib pajak juga akan patuh kalau masyarakat percaya kepada aparat DJP," ujar Ken.