REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jendral Holtikultura Spudnik Sujono mengatakan ada sistem pasokan dan permintaan yang tak berjalan dengan baik sehingga harga cabai masih melambung tinggi. Padahal, stok masih banyak.
Dari hasil pantauannya sejak 9 Januari 2016 sampai 13 Januari 2016, terlihat bahwa ada anomali harga dan tak berjalannya supply and demand dengan baik. Hal ini tampak di tiga pasar induk di Jakarta, yaitu Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Induk Cibitung dan Pasar Induk Tanah Tinggi.
Di ketiga pasar tersebut, pasokan cabai sempat mengalami kenaikan, sayangnya harga tak berubah bahkan melonjak tinggi. "Saya juga bertanya-tanya, mengapa malah harganya tak berubah padahal suplai cukup banyak. Ini masalahnya di mana, saya juga gak mau suuzon, nanti biar saya turunkan tim saja untuk mendeteksi kenapa bisa begini," ujar Spudnik di Kantor Dirjen Holtikultura, Jumat (13/1).
Pada 9 Januari lalu, Pasar Kramat Jati sempat mendapatkan pasokan enam ton cabai seharga Rp 90 ribu per kilogram. Pada hari berikutnya, stok sempat berkurang menjadi lima ton. Harga sempat turun menginjak Rp 80 ribu.
Pada 11 Januari, pasokan bertambah menjadi 11 ton namun harga malah melonjak tinggi menginjak Rp 99 ribu per kilogram. Kenaikan suplai juga terjadi berturut-turut pada 12 dan 13 Januari mencapai 20 ton namun harga tetap berada pada Rp 90 ribu per kilogram.
Hal serupa juga terjadi di Pasar Tanah Tinggi dan Pasar Cibitung. Meskipun pasokan tetap tinggi, harga tidak turun.
"Padahal, kalau kita liat Konsumsi cabai rawit, hanya 1,26 kilogram per kapita per tahun. Per bulan, 0,105 per kilogram per kapita," ujarnya.