REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC), Eric Sugandi menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih tinggi pada 2017 akan bisa membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi ekspor, terutama dengan membaiknya harga komoditas energi akibat peningkatan permintaan global.
"Peningkatan harga komoditas energi juga akan mendorong pertumbuhan investasi ke sektor energi yang sempat negatif dalam beberapa tahun terakhir,"ujar Eric pada Republika.co.id, Rabu (11/1).
Sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2017 cenderung membaik menjadi 2,7 persen dari tahun lalu yang diperkirakan tumbuh 2,3 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia yang membaik akan meningkatkan laju ekspor Indonesia dan mendorong penguatan rupiah.
Eric menuturkan, peningkatan komoditas energi juga akan meningkatkan daya beli kelompok masyarakat yang pendapatannya bergantung pada sektor energi, misalnya migas, CPO, dan batu bara. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih cepat pada 2017 juga berpeluang meningkatkan permintaan global terhadap komoditas ekspor non-energi Indonesia, misalnya produk tekstil. "Namun harus diwaspadai juga risiko melambatnya pertumbuhan perdagangan global jika US di bawah Trump benar-benar menerapkan kebijakan perdagangan yang proteksionis," katanya.
Ekspor Indonesia bisa terkena pengaruh negatif dari kebijakan proteksionis AS, baik secara langsung dengan ekspor Indonesia ke US, maupun tidak langsung atau via perlambatan ekonomi Cina. "Jika pertumbuhan ekonomi dunia yang membaik bisa meningkatkan kinerja ekspor Indonesia, maka rupiah berpeluang menguat. Saya proyeksi rupiah di Rp 13.300 (per dolar AS) per akhir tahun 2017," ujarnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu (11/1) ini menguat hingga penutupan perdagangan di level Rp 13.319 per dolar AS.
Baca juga: Kenaikan Harga Minyak Dunia akan Dukung Ekspor Nasional