Rabu 11 Jan 2017 19:20 WIB

Ulama Dilibatkan dalam Pemahaman Uang Rupiah Baru

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Andi Nur Aminah
Warga memperlihatkan lembaran uang rupiah baru
Foto: Mahmud Muhyidin
Warga memperlihatkan lembaran uang rupiah baru

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Guna meredam isu ‘miring’ yang berkembang seputar penerbitan uang rupiah tahun emisi 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah gencarkan sosialisasi kepada masyarakat. Rabu (11/1), sosialisasi ini dilakukan kepada elemen TNI/ Polri, khususnya Babinsa dan Babinkamtibmas, sebagai aparat berwajib yang berada di garis depan dan paling dekat dengan masyarakat.

“Tak hanya TNI/Polri, ulama juga akan kita libatkan untuk sosialisasi yang sama,” ungkap Kepala Grup Advisory dan Pembangunan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, di sela kegiatan sosialisasi.

Ulama, jelas Rahmat, di lingkungan masyarakat masih menjadi panutan. Selain itu  keberadaannya sangat dekat dengan masyarakat, sehingga akan dilibatkan untuk memberikan pemahaman yang benar. Terkait pelibatan para ulama ini, pihaknya hari ini akan bertemu dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah guna bersilaturahim sekaligus menyampaikan maksud dan tujuan mengenai sosialisasi ini.

Ia juga mengakui, sejak diterbitkan pada 19 Desember 2016 lalu, jamak beredar isu miring seputar uang rupiah tahun emisi 2016 ini. Terutama terkait isu seputar rectoverso atau gambar yang saling mengisi pada uang kertas tahun emisi 2016.

Menurutnya, pengunaan rectoverso ini sebenarnya merupakan pengaman dari nilai uang rupiah. Rectoverso yang dimaksud adalah lambang (logo) Bank Indonesia yang secara kasat mata tampak tidak utuh.

Namun jika diterawang akan membentuk lambang Bank Indonesia di dalam lingkaran yang tampak utuh. Teknis ini memang digunakan sebagai pengaman agar uang tersebut tidak dapat dipalsukan.

Melalui sosialisasi ini, pihaknya berharap persoalan gambar yang tidak utuh ini tidak ‘dibawa’ kemana-mana kecuali sebagai metode pengaman. “Sekali lagi, ini merupakan sebuah tehnik pengamanan uang dari pemalsuan dan sama sekali tidak memiliki maksud yang lain apalagi isu yang berkaitan dengan organisasi terlarang,” tandasnya.

Selain rectoverso, masih jelas Rahmat, juga ada isu seputar warna mata uang yang disebut mirip dengan mata uang negara tertentu. Hingga isu seputar pemilihan gambar pahlawan nasional yang dianggap kurang tepat.

Namun proses pembuatan dan penerbitan uang rupiah tahun emisi 2016 ini telah dilakukan melalui prosedur yang ketat. Karena uang rupiah merupakan tanda kedaulatan negara Indonesia yang telah diamanatkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011. “Karena itu, fitur- fitur pengamanan pada uang rupiah tahun emisi 2016 ini memang diperkuat dengan tujuan untuk mengurangi pemalsuan uang rupiah. Termasuk bahan uang kertas ini juga lebih kuat,” lanjutnya.

Seperti diketahui bank Indonesia telah menerbitkan tujuh pecahan uang rupiah kertas serta empat pecahan uang rupiah logam tahun emisi 2016. Masing-masing terdiri atas pecahan Rp 100 ribu Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5.000, Rp 2.000 dan Rp 1.000 (uang kertas).

Sedangkan untuk uang logam meliputi Rp 1.000, Rp 500, Rp 200 dan Rp 100. Penerbitan uang rupiah ini dilakukan dalam satu seri untuk mempermudah komunikasi dengan masyarakat.

Sementara itu, dalam sosialisasi bagi kalangan Babinsa dan Babinkamtibmas ini juga diberikan tips untuk mengetahui ciri-ciri dan keaslian uang rupiah tahun emisi 2016 ini. “Harapannya, para aparat negara ini juga bisa mengidentifikasi uang yang tidak asli,” lanjut Rahmat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement