Jumat 06 Jan 2017 16:59 WIB

Kemenkeu Jelaskan Tinjauan BPK Soal Kenaikan Tarif STNK

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Warga memperpanjang STNK di Samsat Keliling, Jakarta, Selasa (3/1).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Warga memperpanjang STNK di Samsat Keliling, Jakarta, Selasa (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mengungkapkan runutan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memandang penting adanya penyesuaian tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan sejak awal usulan adanya penyesuaian tarif memang datang dari Kepolisian RI.

Namun, BPK juga melakukan peninjauan atas penerimaan negara nonpajak atau PNBP dari seluruh kementerian dan lembaga termasuk Polri. Askolani menyebutkan, ada beberapa temuan BPK yang menjadi dasar penyesuaian tarif administrasi surat-surat kendaraan bermotor ini.

Pertama adalah pemungutan tarif tak memiliki dasar yang kuat bila tidak diperbarui dalam Peraturan Pemerintah (PP). Apalagi, bila pungutan yang dilakukan pihak kepolisian tidak sesuai atau bahkan melebihi dari tarif yang sempat tertulis dalam PP sebelumnya. "Misalnya 10 dipungut 12. Itu tidak boleh dan jadi temuan BPK," ujar Askolani di Kantor Staf Keprisidenan, Jakarta, Jumat (6/1).

Sementara temuan kedua yang diungkapkan adalah adanya potensi keterlambatan penyetoran atau penggunaan yang tak sesuai ketentuan. Artinya, kata Askolani, diperlukan adanya perbaikan sistem administrasi agar penerimaan negara nonpajak bisa dikoordinasikan secara efisien antarKementerian dan Lembaga.

"PNBP itu harus semakin baik. Salah satunya dari audit BPK tadi. Ini untuk semua lintas K/L dan seharusnya tentunya menjadi tanggung jawab bersama diperbaiki. Walapun kalau dilihat dari nilainya temuan tadi semakin lama semakin kecil," ujar Askolani.

Pemerintah, kata dia, akan mengawal kebijakan penyesuaian tarif pengurusan dokumen kendaraan bermotor yang berjalan sejak pekan ini. Tak hanya itu, mengacu pada sejumlah catatan yang diberikan BPK, pemerintah mengupayakan agar pungutan PNBP harus sesuai dengan ketentuan dalam PP dan setoran penerimaan bisa dilakukan tepat waktu. "Kalau dia menggunakan harus ada izin penggunaan. Tidak boleh PNBP itu dipakai langsung. Harus ada izin penggunaan. Iziinnya dari Kemenkeu yang melihat total dari K/L," ujar dia.

Askolani menambahkan, pemerintah tidak main-main dalam merilis kebijakan ini. Bahkan, ia mengaku pembahasan soal penyesuaian tarif PNBP kendaraan bermotor ini sudah dilakukan hingga setahun lebih. Padahal, pembahasan normal untuk suatau PP bisa efektif dilakukan tiga bulan hingga empat bulan saja. "Kan memang pembahasannya di pemerintah mempertimbangkan dengan masak," ujar dia.

Baca juga: Tarif STNK Naik, Penerimaan Nonpajak Melonjak Jadi Rp 7,4 Triliun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement