Rabu 04 Jan 2017 21:04 WIB

Kenaikan Tarif STNK dan BPKB, Masyarakat Seperti Dipaksa

Rep: rahmat fajar/ Red: Budi Raharjo
Sejumlah orang antre di loket Mobil Samsat Keliling untuk mengurus pembayaran pajak STNK dan BPKB kendaraan bermotor. (ilustrasi)
Foto: Antara/Darwin Fatir
Sejumlah orang antre di loket Mobil Samsat Keliling untuk mengurus pembayaran pajak STNK dan BPKB kendaraan bermotor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak tertanggal 6 Desember 2016. PP tersebut terkait kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor yang akan berlaku pada 6 Januari 2017 seperti STNK dan BPKB.

Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar mengatakan, kebijakan ini dikeluhkan oleh masyarakat kelas bawah. Terutama mereka yang  mempunyai kendaraan melalui cicilan.

“Jadi kayak gak ada jalan lain seperti dipaksa, seharusnya langkah awal melakukan kenaikan tarif, dikaji dulu, didalami, diteliti, dibicarakan terbuka, jangan tahu-tahu naik,” kata Bambang kepada Republika.co.id, Rabu (4/1).

Menurut Bambang, kebijakan tersebut seolah pemerintah memaksa warganya membayar dengan harga yang dinaikkan. Untuk itu, Bambang mengharapkan  agar pemerintah mengurangi kebijakan yang cenderung bersifat memaksa.

Masyarakat, lanjutnya, selalu berada di posisi yang lemah dalam hubungan dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Apalagi yang lebih disayangkan tentang pelayanan pengurusan surat-surat kendaraan bermotor hingga kini dinilai masih belum baik. “Jangan melihat di Jakarta saja tapi diseluruh Indonesia apalagi di wilayah timur sana,” Bambang mengungkapkan.

Sebab itu, Bambang menegaskan, kepolisian perlu mengutamakan peningkatan pelayanan terhadap pengurusan surat-surat berkendara tersebut. selain itu, polri juga harus meningkatkan pengawasan kepada para petugasnya di lapangan dari praktik yang melanggar aturan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement