REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sertifikasi halal menjadi hal penting untuk mendukung industri halal termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Terlebih setelah Indonesia berhasil menyabet gelar pada kompetisi Wisata Halal Dunia 2016.
Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwandar mengatakan, adanya sertifikasi akan menimbulkan keyakinan bagi wisatawan dalam mengonsumsi produk halal. Itu juga akan memudahkan wisatawan tersebut untuk memilih restoran, hotel atau kafe yang akan dikunjungi.
"Tentu itu menjadi hal yang sangat penting. Disamping itu sertifikasi juga masuk dalam hal peningkatan pelayanan bagi wisatawan terutama mancanegara," kata Sapta Nirwandar kepada Republika, Jumat (30/12).
Sapta mengatakan, sertifikasi harus dipercepat di tengah gencarnya Indonesia dalam mempromosikan wisata halal. Proses administrasi sebaiknya dipersingkat sehingga pelaku industri mau mengambil sertifikasi. Tentunya, Sapta mengatakan, proses yang singkat itu jangan sampai menyampingkan stadarisasi dari label halal tersebut. Dia melanjutkan, pembiayaan juga sebaiknya dilakukan agar meringankan pelaku industri disektor menengah.
Sapta mengatakan, kalau hal itu dilakukan secara otomatis pelaku industri akan terdorong untuk melakukan sertifikasi. Tinggal, katanya, fasilitas untuk mengambil label halal itu diperbanyak hingga ke level daerah.
"Jangan berpusat di Jakarta saja tapi sampai level kantor wilayah juga bisa mengeluarkan sertifikasi dengan standar nasional," katanya.
Ketua Tim Percepatan Wisata Halal Riyanto Sofyan mengatakan, sertifikasi dibutuhkan untuk memberikan jaminan kualitas kepada konsumen. Dia mengungkapkan, label halal diperlukan untuk memastikan proses yang dilalui produk sudah sesuai syariat.
Riyanto memaparkan, pada dasarnya wisatawan muslim memerlukan sistem yang menjamin barang atau makanan yang dikonsumsi halal mulai dari bahan baku hingga siap pakai. Selain itu mereka memerlukan bersuci dengan air dan beribadah.
"Nah yang bisa menilai itu adalah sertifikasi. Bukan untuk memastikan tapi juga memberikan standar seperti apa halal yang seharusnya," katanya.
Kendati, ketertarikan pelaku industri wisata terhadap sertifikasi halal terbilang masih minim. Riyanto mengatakan, sejauh ini baru 30 persen produk dan sekitar 10 persen perhotelan yang sudah bersertifikasi halal.
Padahal, sertifikasi dapat memberikan dampak besar terhadap industri halal secara keseluruhan. Misalnya, Lombok yang menjadi salah satu fokus pengembangan destinasi wisata halal di Indonesia.
Riyanto mengatakan, sertifikasi halal di Lombok meningkatkan jumlah wisatawan hingga 50 persen. Hal itu, Riyanto mengungkapkan, lantas meningkatkan minat daerah lain untuk segera mendapatkan sertifikasi serupa. "Itu terlihat pada kompetisi wisat halal terakhir dimana perserta bertambah signifikan," katanya.
Riyanto mengatakan, sebenarnya biaya untuk mendapatkan sertifikasi terbilang murah. Pelaku industri cukup mengeluarkan paling mahal Rp 8 juta rupiah untuk mendapatkan label halal.
Hal itu, Riyanto menyebut, berbanding jauh dengan sertifikat lain semisal Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) atau International Organization for Standardization (ISO). Riyanto mengatakan, keduanya bisa menghabiskan dana paling tidak Rp 30 juta.
Kendati, Riyanto menegaskan, industri halal tidak sepenuhnya terkait sertifikasi. Dia mengatakan, kualitas barang atau jasa juga menjadi hal yang perlu diutamakan. "Adanya sertifikasi diperlukan supaya orang datang ke sini bilangnya halal ternyata tidak, kan image berkurang dan akan berdampak besar," katanya.