Kamis 29 Dec 2016 17:46 WIB

Penerimaan Amnesti Pajak Baru 62 Persen dari Target

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang batas akhir program amnesti pajak periode kedua pada 31 Desember 2016 mendatang, pemerintah masih dihadapkan banyak pekerjaan rumah. Dari segi target penerimaan, pemerintah harus mengejar paling tidak Rp 63 triliun hingga target penerimaan dari amnesti pajak sebesar Rp 165 triliun tercapai.

Realisasi penerimaan dari uang tebusan per Kamis (29/12) petang baru sebesar Rp 102 triliun atau 62 persen dari target. Belum lagi, realisasi komitmen repatriasi atau aset di luar negeri yang dilaporkan baru Rp 141 triliun. Dari angka tersebut, baru Rp 67 triliun yang sudah diboyong ke dalam negeri.

Peneliti Institute for Developments of Economic and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah mengungkapkan, pemerintah dinilai belum berhasil menjalankan program amnesti pajak sesuai harapan awal. Alasannya, amnesti pajak bukan hanya bertujuan meningkatkan penerimaan pajak tetapi sekaligus membawa masuk harta yang belum terlaporkan sebelumnya ke dalam negeri. Tak hanya itu, amnesti pajak juga bertujuan untuk memperluas basis pajak. Kedua hal tersebut, Imaduddin nilai belum bisa diwujudkan pemerintahan saat ini.

Data dari Indef, kontribusi tambahan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dari pengampunan pajak hanya 1,81 persen dari total WP OP atau 2,9 persen dari WP OP wajib SPT. "Hal ini membuat penerimaan pajak di 2017 akan terkoreksi," ujar Imaduddin, di kantor Indef, Jakarta, Kamis (29/12).

Senada dengan Imaduddin, pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Roni Bako menilai, seretnya penerimaan pajak dari amnesti pajak di periode kedua memang menggambarkan karakteristik masyarakat Indonesia untuk menunggu di akhir kesempatan. Artinya, puncak keikutsertaan amnesti pajak diperkirakan akan terjadi periode ketiga program amnesti pajak Maret 2017 mendatang. Belum lagi, kata Roni, gejolak politik dalam negeri belakangan dinilai juga memberikan kontribusi pada seretnya penerimaan dari amnesti pajak.

"Dinamika politik belakangan membuat pemerintah tidak fokus. Kasus Ahok dan isu terorisme membuat fokus pemerintah bergeser. Pelajaran untuk periode ketiga, pemerintah harus fokus. Apalagi kalau Presiden ikut sosialisasi langsung," ujar Roni.

Roni memproyeksikan penerimaan pajak hingga periode kedua akan tertahan di angka Rp 110 triliun. Dengan sisa waktu periode kedua yang hanya dua hari ke depan, Roni merasa pesimistis target bisa digenjot secara signifikan. Namun, Roni menilai bahwa seharusnya wajib pajak memilih memanfaatkan momentum amnesti pajak sebelum nantinya otoritas pajak meindak tegas wajib pajak yang mangkir dari pelaporan hartanya.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga mengatakan bahwa pihaknya masih yakin keikutsertaan amnesti pajak akan terus melonjak hingga 31 Desember mendatang. Bahkan, ia juga yakin realisasi komitmen repatriasi juga bisa terpenuhi seluruhnya di pengujung akhir tahun ini. "Kami nggak lihat ada kendala," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement