Rabu 21 Dec 2016 19:33 WIB

Menanti Karya Kabinet REI Maju Bersama

Pekerja menyelesaikan pembuatan rumah subsidi pemerintah program Sejuta Rumah Murah di Desa Sambirejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (22/6).
Foto: Antara/Prasetia Fauzani
Pekerja menyelesaikan pembuatan rumah subsidi pemerintah program Sejuta Rumah Murah di Desa Sambirejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah pekerjaan rumah kepengurusan baru DPP REI 2016-2019 telah menanti. Termasuk masalah perijinan dan pembiayaan yang dinilai mendesak untuk diselesaikan.

Karena itu kedua hal tersebut saat ini masuk ke dalam visi-misi kepengurusan DPP REI yang kini dipimpin Soelaeman Soemawinata. Eman akan fokus pada tujuh pilar prioritas.  Yakni pendidikan dan pelatihan, pembiayaan dan perbankan, pertanahan, perpajakan, infrastruktur, tata ruang serta hukum dan perizinan.

Menurut Eman, pengurus baru dinilai memiliki kapabilitas dan kompetensi di bidang mereka. Sehingga diharapkan bisa langsung bekerja karena sudah mengetahui dan memahami masalah di bidang tugasnya.  "Kepengurusan yang hari ini dilantik mencerminkan REI yang bersatu, semua potensi terbaik yang ada dirangkul, kabinet kepengurusan ini adalah Kabinet REI maju bersama, " kata Eman usai melantik melantik pengurus DPP REI periode 2016-2019, Selasa (20/12).  

Eman juga akan membantu mengatasi berbagai kendala pendanaan anggota di daerah terlebih pengembang rumah sederhana bersubsidi. Salah satu cara dengan mensinergikan bank daerah dengan bank nasional yang sudah memiliki pengalaman dalam penyaluran kredit di sektor properti. Hal itu sebagai upaya mendukung program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah. 

Menurut Djoko Slamet Oetomo, Waketum bidang Organisasi dan Keanggotaan, masalah perijinan tersebut sebenarnya sudah mendapat kelonggaran yang cukup berarti dari pemerintah. Kelonggaran itu berupa pemangkasan sejumlah perijinan yang terkait bisnis properti. Namun, hal itu harus dipadukan dengan Perda di sejumlah daerah agar efektif. 

Djoko juga menilai sikap sejumlah pengembang yang tidak menggunakan hasil survey yang akurat dalam mengembangkan bisnis mereka. Akibatnya  mereka hanya cenderung mengikuti tren yang sedang berkembang. Padahal bisnis properti sangat luas, tidak hanya perumahan atau FLPP saja, melainkan juga ada pergudangan, ruko dan produk inovasi lainnya. "Perlu survey yang lebih akurat, tidak hanya mengandalkan pertumbuhan saja, tapi juga daya beli masyarakat harus diperhatikan," kata Djoko.

Menurutnya masalah daya serap pasar itu akan menjadi tantangan tersendiri pada tahun depan. Untuk itu dibutuhkan kemampuan survey yang akurat agak dapat menghasilkan informasi yang bisa dipercaya kebenarannya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement