Jumat 16 Dec 2016 02:57 WIB

Capaian PAD Parkir Kota Bekasi tak Penuhi Target

Rep: Kabul Astuti/ Red: Budi Raharjo
Parkir liar
Foto: Republika/Yasin Habibi
Parkir liar

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Penambahan titik parkir yang ditetapkan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, dari 94 titik menjadi 705 titik tidak berbanding lurus dengan kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir. Dinas Perhubungan Kota Bekasi membantah adanya kebocoran retribusi parkir di lapangan.

Potensi retribusi parkir di Kota Bekasi meningkat dengan adanya peningkatan jumlah kendaraan, tempat usaha jasa, dan perdagangan. Namun, Dinas Perhubungan tetap terancam gagal mencapai target PAD yang disepakati sebesar Rp 9,6 miliar. Capaian PAD Dishub Kota Bekasi tercatat sekitar 76 persen dari target hingga awal Desember 2016.

Hampir setiap tahun Dishub gagal mencapai target PAD. Tahun 2015, Dinas Perhubungan Kota Bekasi juga hanya mencapai 86 persen PAD. Khusus retribusi parkir, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Yayan Yuliana mengklaim hingga akhir tahun ini pihaknya sudah mencapai Rp 1,4 miliar dari target 1,6 miliar.

Yayan membantah adanya kebocoran retribusi parkir di lapangan. Ia mengatakan, masih banyak kendala yang dihadapi Dishub untuk mencapai target PAD tersebut. Di antaranya, peraturan daerah (perda) lama yang masih menetapkan nilai retribusi parkir Rp 1.000 dan banyaknya titik-titik parkir yang masih dikelola kelompok masyarakat tertentu (ormas).

"Yang dimaksud masih ada kebocoran itu bukan parkir meter, tapi parkir-parkir on street yang selama ini dikelola oleh UPTD parkir. Itu bukan kebocoran. Karena selama ini kita masih berhadapan dengan di lapangan ada yang ditangani oleh ormas, LSM, dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu," kata Yayan, kepada Republika, Kamis (15/12).

Yayan bersikukuh tidak ada kebocoran retribusi parkir. Menurut dia, pihaknya secara terus menerus sudah mengupayakan supaya titik-titik yang dikelola oleh masyarakat atau ormas tersebut dapat diambil alih oleh pemerintah. Pihak ketiga tersebut memang menyetorkan sebagian hasil retribusi parkir kepada PAD, namun Yayan menyatakan, tingkat penyetorannya pun masih harus dievaluasi.

Menurut Yayan, selama ini Dishub hanya menerima setoran dari ormas atau kelompok masyarakat tersebut, tanpa pengawasan lebih lanjut. Ia mengakui harus dilakukan evaluasi untuk mengetahui secara pasti persentase yang mereka setorkan kepada pemerintah lewat pengecekan lapangan dan uji petik.

Yayan menambahkan, belum diubahnya peraturan daerah (perda) penarikan retribusi parkir juga membuat Dishub kesulitan mencapai target PAD sebanyak Rp 9,6 miliar. Ia mengakui memang ada potensi baru dengan penambahan jumlah titik parkir dari 94 menjadi 705 titik parkir yang ditetapkan lewat peraturan wali kota tahun ini. Namun, menurut dia penambahannya terhadap PAD belum signifikan.

Yayan juga mengakui bahwa meskipun ketentuan retribusi parkir masih diberlakukan Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua, masyarakat di lapangan mengalami hal yang berbeda. Nyatanya, sudah tidak ada parkir Rp 1.000 di lapangan. Pihaknya berencana mengusulkan revisi perda parkir untuk menaikkan nilai retribusi dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.000 untuk kendaraan roda dua.

"Kalau kami, juru parkir Dishub, memungut atau menarik berdasarkan retribusi karcis yang kami keluarkan. Itu kan berdasarkan perda hanya Rp 1.000, tapi yang di luar, mohon maaf, yang dikelola oleh ormas, masyarakat golongan tertentu atau LSM itu kan motor saja Rp 2.000. Belum mobil. Nah, itu perlu penyesuaian," kata Yayan.

Terkait parkir tepi jalan umum (parkir on street) yang dikelola Dinas Perhubungan, anggota Komisi C DPRD Kota Bekasi, Enie Widhiastuti, membeberkan Badan Anggaran DPRD Kota Bekasi menargetkan Rp 1,6 miliar sesuai ajuan dari Dishub. Menurut Enie, Badan Anggaran maupun Komisi C tidak menambah dan mengurangi ajuan tersebut. Namun, hingga akhir 2016, target yang diusulkan sendiri oleh Dishub tersebut tidak terpenuhi.

Enie mengatakan, angka capaian PAD sebesar Rp 1,4 miliar yang disebutkan oleh Dinas Perhubungan sebenarnya merupakan gabungan antara parkir meter dengan parkir tepi jalan. Hal itu menurut Enie tidak tepat sebab berlainan kategorinya. Ia menjelaskan, parkir meter selama ini masih masuk PAD lain-lain yang sah. Sebelum dimasukkan ke Dishub, harus dikategorikan lebih dahulu, apakah parkir meter termasuk retribusi atau pajak.

"Khusus untuk PAD tepi jalan umum ditargetkan Rp 1,6 miliar. Sampai 1 Desember 2016 baru Rp 323.821.500, artinya 20,24 persen. Saya bingung katanya sudah Rp 1,4 miliar, ternyata yang Rp 1 miliar 50 juta itu parkir meter. Kalau ini dimasukkan parkir meter menurut kami itu salah," tutur Enie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement