Rabu 14 Dec 2016 09:48 WIB

Jelang Pertemuan The Fed, Analis: Pasar Keuangan Indonesia dalam Tren Positif

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memantau perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. ilustrasi (Republika/ Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pekerja memantau perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta. ilustrasi (Republika/ Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinilai akan berada dalam tren positif menjelang keputusan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan suku bunga kebijakan Fed Fund Rate. 

"Pasar cenderung sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga AS sebesar 25 bps pada rapat FOMC tanggal 13-14 Desember. Hal tersebut ditunjukkan dengan tren positif dari nilai tukar rupiah dan pasar keuangan," ujar Ekonom Bank Permata, Josua Pardede pada Republika, Rabu (14/12).

Nilai tukar rupiah pada Selasa ditutup pada level 13.324,50 per dolar atau menguat 0,05 persen terhadap penutupan sebelumnya, yakni 1,73 persen month to date (mtd) dan 3,47 persen year to date (ytd).

Sementara IHSG ditutup pada level 5.293,62 atau melemah 0,27 persen terhadap penutupan sebelumnya, namun masih membukukan kinerja positif 2,81 persen mtd atau 15,25 persen ytd.

Investor asing di pasar modal mencatatkan net sell sebesar Rp 236miliar (net sell Rp 2,96 triliun mtd dan net buy Rp 16,85 triliun ytd).

Kepemilikan asing atas SBN, berdasarkan data setelmen BI tanggal 9 Desember 2016, naik Rp 1,83 triliun (0,28 persen) dari Rp 664,34 triliun (37,46 persen) ke Rp 666,17 triliun (37,57 persen). Kepemilikan asing naik Rp 107,65 triliun (19,27 persen) secara ytd dan naik Rp 10,11 triliun (1,54 persen) secara mtd​​​.

"Yang perlu diantisipasi dari rapat FOMC bulan ini adalah forecast atau outlook dari Fed terkait tingkat pengangguran dan inflasi dalam jangka pendek-menengah yang berpengaruh terhadap ekspektasi kenaikan suku bunga AS," tutur Josua.

Selain itu, faktor risiko masih akan berlangsung pada tahun depan yakni kebijakan-kebijakan Donald Trump yang akan diimplementasi yang juga mempengaruhi arah suku bunga AS tahun depan. Kendati begitu, ia menilai faktor fundamental ekonomi yang semakin membaik pada tahun depan diharapkan dapat terus menarik minat investasi. 

"Kebijakan fiskal yang semakin kredibel ditunjukkan dengan APBN yang feasible tentunya akan mendorong kenaikan sovereign rating Indonesia oleh S&P pada tahun depan," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement