REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2016 tercatat sebesar 111,5 miliar dolar AS, lebih rendah 3,5 miliar dolar AS dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2016 yang sebesar 115,0 miliar dolar AS. Penurunan yang cukup besar ini dikarenakan adanya intervensi yang besar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Melihat data tersebut, Ekonom Kenta Institute, Eric Sugandi menilai Bank Indonesia (BI) cukup banyak melakukan intervensi pada pasar valuta asing di bulan November ini untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.
"Sempat rupiah anjlok ke kisaran Rp 13,800 per dolar AS di tengah hari tanggal 11 November 2016 sebelum kembali ke kisaran Rp 13.400 pada penutupan. Dugaan saya BI cukup banyak intervensi di bulan November ini," ujar Eric Sugandi pada Republika, Rabu (7/12).
Rupiah tercatat mengalami depresiasi yang cukup besar sejak Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS, sehingga bank sentral harus melakukan intervensi hingga minggu ketiga bulan lalu untuk menahan depresiasi rupiah lebih jauh. Rupiah kembali stabil di kisaran Rp 13.500 per dolar AS, sebelum menguat di kisaran Rp 13.300 pada awal Desember 2016.
Menurut Eric penurunan cadangan devisa ini bersifat temporer sampai tekanan eksternal dari AS mereda. Ia menilai masih ada peluang cadangan devisa naik sedikit di bulan Desember jika capital inflows dari repatriasi tax amnesty cukup. "Tapi kalaupun naik mungkin cuma sedikit. Itupun masih ada resiko outflow kalau suku bunga kebijakan AS Fed Fund Rate jadi naik bulan ini," tuturnya.
Meskipun mengalami penurunan, Bank Indonesia (BI) mengatakan posisi cadangan devisa per akhir November 2016 tersebut cukup untuk membiayai 8,5 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"BI menilai cadangan devisa tersebut tetap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," ujar Direktur Komunikasi BI, Arbonas Hutabarat.
Arbonas menjelaskan, penurunan cadangan devisa pada November 2016 terutama disebabkan oleh kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
BI memperkirakan bahwa penurunan cadangan devisa bersifat temporer, terutama didukung oleh optimisme terhadap perekonomian domestik yang tetap positif, kinerja ekspor yang membaik, dan perkembangan kondisi pasar keuangan global yang kembali kondusif.