Rabu 07 Dec 2016 07:27 WIB

Ekonom: Tak Semua Mitra Dagang Indonesia Mau Pakai Yuan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Karyawati menunjukkan mata uang Yuan di salah satu tempat penukaran valuta asing. (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menunjukkan mata uang Yuan di salah satu tempat penukaran valuta asing. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menilai kurs dolar AS sudah tidak lagi mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Ia meminta, persepsi nilai tukar rupiah tak lagi mengacu kepada dolar AS, tetapi kepada mata uang negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Cina, Jepang, dan Eropa. 

Ekonom dari Kenta Institute Eric Sugandi menilai hal tersebut sulit dilakukan, mengingat dolar AS masih menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional."Benar bahwa Cina merupakan negara partner dagang utama kita, tapi mata uang dolar AS masih merupakan mata uang utama dalam perdagangan internasional," ujar Eric kepada Republika, Selasa (6/12).

Menurut Eric, apabila bertransaksi dengan negara mitra utama dagang seperti Cina, Indonesia bisa saja langsung bertransaksi dengan Yuan Renminbi. Apalagi memang sudah ada bilateral swap agreement antara bank sentral Cina dan Bank Indonesia yang ditujukan tidak hanya untuk membantu menjaga stabilitas sistem keuangan, namun untuk fasilitasi perdagangan bilateral.

"Tapi mitra dagang kita bukan hanya Cina dan tidak semua negara mitra dagang kita mau pakai Yuan Renminbi," ujarnya.

Sehingga ia menilai, dapat menggunakan mata uang Yuan Renminbi namun masih terbatas. Menurutnya, tetap lebih lazim menggunakan dolar AS.

"Tapi kalau mau buat ukur-ukuran saja sih ya bisa-bisa saja. Bukan berarti kita harus ganti pakai Yuan Renminbi untuk semua transaksi perdagangan internasional," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement