Kamis 01 Dec 2016 02:46 WIB

Sosialisasi Amnesti Dinilai Pajak Kurang Gencar

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Sejumlah petugas memberikan sosialisasi Amnesti Pajak kepada pedagang di Pasar Sunggingan, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (28/11).
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah petugas memberikan sosialisasi Amnesti Pajak kepada pedagang di Pasar Sunggingan, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang akhir periode kedua program amnesti pajak pada Desember 2016 ini, pemerintah diminta untuk lebih kembali menghangatkan sosialisasi amnesti pajak yang terkesan mulai landai. Padahal, target penerimaan negara dari program amnesti pajak masih jauh di bawah target.

Kementerian Keuangan mencatat, total uang tebusan yang diterima berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) per akhir November sebesar Rp 95,2 triliun. Padahal, target pemerintah untuk penerimaan dari uang tebusan dipatok di angka Rp 165 triliun.

Belum lagi, dana repatriasi yang dideklarasikan baru sebesar Rp 143 triliun, jauh di bawah target awal pemerintah sejumlah Rp 1.000 triliun. Pemerintah masih memiliki waktu sebulan lagi untuk menggenjot keikutsertaan wajib pajak dalam amnesti pajak periode kedua dengan tarif tebusan hanya 3 persen.

Praktisi perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, keikutsertaan wajib pajak di periode pertama amnesti pajak sebetulnya masih terbilang minim. Meski pada akhirnya raihan yang dilihat dari sisi penerimaan uang tebusan terbilang tinggi, namun dari ia melihat masih tersedia ruang yang luas bagi wajib pajak untuk diajak mengikuti amnesti pajak.

Menurutnya, terdapat nuansa dan tantangan yang berbeda yang dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan program amnesti pajak periode kedua ini. Kebijakan tarif amnesti pajak bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang datar sepanjang pemberlakuan amnesti pajak, lanjutnya, membuat pelaku UMKM merasa tidak perlu mengikuti program ini di awal waktu. Ia memproyeksikan keikutertaan pelaku UMKM dalam amnesti pajak akan menumpuk di akhir periode.

Selain itu, Yustinus juga menyoroti situasi politik di Indonesia terutama di Jakarta yang ikut bergejolak sejalan dengan adanya pemilihan kepala daerah (Pilkada ) serentak. Ia mendesak pemerintah untuk membangun suatu kepercayaan kepada publik bahwa hukum akan berjalan dengan baik sehingga tidak ada tekanan-tekanan yang justru bisa melebar kepada dunia usaha.

Alasannya, gejolak politik bisa saja membuat iklim usaha ikut terpengaruh dan berujung pada urungnya keikutertaan pengusaha pada amnesti pajak. Meski begitu, Yustinus yakin bahwa masyarakat secara cerdas bisa memisahkan antara perkara politik dan ekonomi, terlebih dalam membuat keputusan untuk ikut amnesti pajak.

"Intinya, waktu itu tinggal sebulan (periode kedua). Artinya, ada peluang, namun butuh effort yang besar. Dan terakhir, perlu ada peta jalan reformasi pajak yang harus dipublish, apa saja agendanya sehingga masy yakin ikut TA akan ada untungnya. Itu yang perlu dipaketkan dalam satu kebijakan," ujar Yustinus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (30/11).

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement