Kamis 01 Dec 2016 02:39 WIB

AS Egosentris, Ekonomi Global Tahun Depan Stagnan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Pelabuhan petikemas
Foto: VOA
Pelabuhan petikemas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKATA -- Perekonomian global pada tahun depan masih dibayangi sentimen global, khususnya kebijakan ekonomi AS. Apabila kebijakan ekonomi AS lebih cenderung egosentris maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan akan tumbuh di kisaran 3 persen.

Kepala Ekonom Bank Danamon, Anton Hendranata menjelaskan, tahun depan bukan merupakan tahun yang mudah dalam perekonomian global. Kebijakan Presiden AS terpilih Donald Trump diperkirakan belum sejalan dengan janji-janji kampanye. Kendati begitu perekonomian AS diperkirakan akan lebih cepat maju sementara negara maju yang lain akan tumbuh stagnan.

"Tapi kalau kebijakan Trump cenderung egosentris, global akan susah dan AS juga susah. Kan tidak mungkin dagang di domestik saja,"ujar Anton Hendranata, dalam media workshop dengan tema 'Pandangan Situasi Kondisi Ekonomi Indonesia di Tahun 2017' di Jakarta, Rabu (30/11).

Anton menjelaskan, semakin hari kemampuan AS untuk membayar utang semakin turun. Sama dengan negara maju lainnya, seperti Jepang yang trennya menurun dan Uni Eropa yang saat ini kemampuan membayar utangnya negatif.

Sementara itu, rasio Utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS tercatat mengalami peningkatan. Sejak 2012 rasio Utang terhadap PDB sudah melebihi 100 persen, yakni utang lebih besar dari produksinya.

Jepang juga mengalami hal yang sama, namun negara tersebut lebih banyak berutang ke bank sentral. Sehingga apabila mengalami kredit macet, bank sentral yang akan menanggung akibatnya.

Sementara itu, negara Tiongkok mengalami kemajuan dalam rasio ini, yakni mengalami penurunan separuhnya dari 30 persen pada 2003 menjadi 15 persen pada 2015. "Kalau lihat statistik ini AS tidak bisa berjalan sendirian, dia butuh Tiongkok,"katanya.

Ke depannya perekonomian Tiongkok akan naik pada tahun 2017-2018. Kendati begitu negara ini tidak akan tumbuh terlalu cepat, karena apabila tumbuh cepat di tengah situasi global yang melambat akan mengakibatkan overheating.

"Takutnya overheating karena tumbuh sendirian yang lain tidak. Tiongkok akan bagus tumbuh di sekitar 7 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement