REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan irigasi untuk mengairi pertanian atau perkebunan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Dalam satu tahun, pemerintah harus menggelontorkan triliunan rupiah untuk membangun proyek ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pembangunan irigasi tidak cocok dijalankan di seluruh daerah pertanian atau perkebunan di Indonesia. Untuk daerah jawa, sistem ini cocok karena luasan lahan sawah misalnya, berada di satu kawasan yang memiliki luasan sangat besar.
Sementara di provinsi lain luar jawa, lahan sawah berada terpisah-pisah. Satu petakan sawah pun luasannya tidak terlalu besar. Sehingga ketika harus semua dialiri air melalui irigasi maka pembuatan irigasinya terlamapu tinggi.
"Bikin irigasi malah rugi, mahal. Yang dibangun mending embung saja, ditarik airnya," kata Darmin dalam Rakornas Kadin, Senin (28/11).
Menurut Darmin, pembuatan embung ini juga harus dipersiapkan dalam satu rencana ketahanan pangan. Rencana tersebut wajib dimiliki dengan melihat kondisi daerah dengan peta melalui analisi spasial. Sebab perhitungan pangan tidak bisa hanya dilihat dengan produksi pangan sesuai data, tetapi harus menggunakan peta.
Dengan analisis spasial, maka bisa diketahui irigasi yang telah ada masuk ke area pesawahan mana saja setiap daerahnya. Jangan sampai ketika membangun sebuah irigasi justru hanya sedikit sawah yang diari.
"Apa yang dikembangkan selama ini jangan hanya panjangnya saja misal 5Km, tapi Tia mengairi banyak lahan. Irigasi itu ukurannya luas lahan yang bisa diairi. Masalahnya sering sekali irigasinya tidak lewat di sawah. Itu ada," papar Darmin.
Untuk itu perencanaan secara spasial memang penting. Agar anggaran yang dikeluarkan bisa lebih tepat.