Senin 21 Nov 2016 21:03 WIB

DPR Minta Pemerintah Segera Laksanakan Reformasi Pajak

Red: M Akbar
 Aktivitas pelayanan pembayaran pajak di Kantor DJP Wajib Pajak Besar, Sudirman, Jakarta, Jumat (23/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Aktivitas pelayanan pembayaran pajak di Kantor DJP Wajib Pajak Besar, Sudirman, Jakarta, Jumat (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didorong untuk segera melaksanakan reformasi bidang penerimaan negara, khususnya di sektor perpajakan. Desakan ini sesuai dengan prinsip dari Revolusi Mental yang dikerjakan ‎oleh Presiden Joko Widodo.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun. Ia mengatakan pajak adalah instrumen terpenting bagi penerimaan negara. ''Tapi sayangnya dalam  praktek ternyata masih banyak masalah dalam memaksimalkan pendapatan pajak, meliputi kurangnya kesadaran Wajib Pajak (WP), dan Kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP),'' katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/11).

Misbakhun mengatakan kemandirian DJP ini sesungguhnya merupakan institusi yang mandiri yang menjadi bagian dari Revolusi Mental. Selama ini, kata dia, Indonesia dikategorikan lower middle income countries yang memiliki tax ratio rendah. Data 2015, kata dia, tax ratio Indonesia 10,47 persen, di bawah rata-rata tax ratio negara lower middle income countries yang mencapai 17,7 persen.

''Rendahnya tax ratio ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, serta kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan pajak dari sektor-sektor ekonomi belum optimal,'' kata Misbakhun.

Misbakhun menyebutkan, dari total perbandingan antara besarnya pajak yang dipungut dengan besarnya potensi pajak (tax coverage ratio) yang hanya mencapai 55 persen, jauh dari angka maksimal 70 persen. ''Rendahnya penerimaan pajak inilah yang kemudian berdampak terhadap kebijakan fiskal, terutama pembiayaan program strategis seperti: jaminan sosial, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,'' paparnya.

Misbakhun mengatakan saat ini UU tentang subtansi materi pajak yang sudah diatur itu seperti UU KUP, UU PPH dan UU PPN. Dalam konteks tersebut, kata dia, DJP belum memperoleh kewenangan dalam mengatur SDM, organisasi dan anggaran sendiri. DJP sebagai otoritas pajak masih dikelompokkan sebagai single directorate in ministry of finance.

''Untuk itulah Indonesia perlu memberikan otonomi pada otoritas pajak, melalui reformasi di sektor penerimaan negara. Dengan otonomi dapat menjadikan organisasi lebih independen sehingga mengurangi tekanan politik terhadap otoritas pajak,'' ujar politisi Golkar ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement