REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini masih ada ruang terbuka untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi pada 2017 dalam rentang 5,2 hingga 5,4 persen. Angka ini terbilang tinggi bila dibandingkan dengan target pertumbuhan ekonomi yang tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen.
Nantinya, pemerintah akan bertumpu pada tiga hal mendasar untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang melesat di atas 5,1 persen. Ketiga hal tersebut adalah pembangunan infrastruktur, pendidikan vokasional, dan pertumbuhan industri sektoral. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan pembangunan infrastruktur memang dinilai menghabiskan anggaran terbesar. Langkah pemerintah untuk menggelontorkan dana yang cukup besar untuk membangun berbagai proyek strategis dianggap menguras anggaran negara.
Darmin menjelaskan, di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi pemerintah mengalihkan subsidi untuk sektor konsumtif ke arah yang lebih produktif salah satunya pembangunan infrastruktur. Bahkan, pembangunan infrastruktur di tahun depan dianggarkan dalam APBN 2017 sebesar Rp 387,3 triliun. Angggaran sbesar ini akan dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, jembatan, bandara, pelabuhan laut, jalur kereta api, dan terminal penumpang.
"Lalu apakah tidak terlalu mahal? Tanpa memulai infrastruktur kita sulit push pertumbuhan ekonomi. Karena infrastruktur adalah investasi jangka panjang," ujar Darmin dalam paparannya soal Outlook Ekonomi 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (10/11).
Selain itu, Darmin juga menilai bahwa pembangunan infrastruktur yang tergolong dalam non-tradable goods tidak memerlukan adanya antisipasi di sisi output. Artinya, infrastruktur akan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan seiring dengan pasar dan industri yang nantinya ikut menikmati keberadaan infrastruktur tersebut.
"Infrastruktur (memang) mahal. Namun sekali dia jadi, dia akan berlangsung puluhan tahun ke depan. Karenanya anggapan bahwa ini membuat ekonomi kita kurang efisien mendorong pertumbuhan adalah keliru karena dia sementara sekali shiftnya. Begitu dia dikombinasi dengan investasi per sektor, maka akan normal kembali," kata Darmin.
Penopang pertumbuhan kedua setelah pembangunan infrastruktur, kata Darmin, adalah pengembangan pendidikan vokasional. Darmin menyebutkan, ide awal pengembangan sekolah vokasional bermula dari kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman empat bulan lalu. Dalam kunjungan singkat tersebut, Presiden menemukan satu kunci bagi Jerman yang bisa memimpin dalam hal teknologi dan industrinya, yakni keseriusan pemerintah dalam membangun pendidikan vokasional.
Berkaca dari kesadaran akan pentingnya membangun pendidikan vokasional, Darmin melanjutkan, pemerintah akan mengoordinasikan sejumlah kementerian untuk menyusun peta jalan jangka panjang untuk memperbanyak sekolah vokasional.
"Kita harus melakukan perubahan dari komposisi kegiatan belajar mengajar dari komposisi kurikulum," katanya.
Pemerintah akan fokus kepada dua bidang dalam mengembangkan pendidikan vokasi yakni kelistrikan dan pertanahan. Bidang kelistrikan, lanjutnya, sejalan dengan target pemerintah dalam meningkatkan akses listrik bagi masyarakat dan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu MW hingga 2019 mendatang. Sedangkan bidang pertanahan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan juru ukur tanah yang diperlukan untuk melakukan sertifikasi tanah rakyat di Indonesia.
Catatan pemerintah, saat ini baru 46 persen tanah rakyat di perkotaan yang sudah disertifikasi. Sedangkan di perdesaan baru 30 persen tanah rakyat yang sudah tersertifikasi. Sertifikasi tanah rakyat dibutuhkan untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dalam mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) kepada perbankan.
Sedangkan tumpuan ketiga yang dijadikan pemerintah untuk memacu pertumbuhan di tahun depan adalah pertumbuhan industri sektoral. Salah satu industri yang akan digenjot besar-besaran, kata dia, adalah industri petrokimia. Pembangunan dan pemutakhiran fasilitas dan kapasitas sejumlah kilang minyak seperti Bontang di Kalimantan Timur, Cilacap di Jawa Tengah, dan Tuban di Jawa Timur merupakan contoh bagaiman negara mendorong pengembangan industri petrokimia. Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di sektor migas didapuk untuk menjalankan tugas besar ini.