REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Dito Ganinduto meminta pemerintah membuat peta jalan (roadmap) yang mengatur produksi dan ekspor batu bara. Roadmap tersebut konteksnya ada penyesuaian dengan kebutuhan dalam negeri dan kebutuhan ekspor.
"Maksudnya pembatasan untuk ekspor itu berapa banyak, produksi, harus ada roadmapnya, nantikan suatu saat kita kehabisan, repot juga," kata Dito kepada Republika.co.id, Senin (7/11).
Hal ini, menurut dia, juga memberi kepastian kepada pengusaha batu bara dalam memproduksi salah satu bahan bakar fosil tersebut. Sehingga walaupun harga berfluktuasi, perencanaan bisnis bisa diatur.
Terkait tren indeks harga batu bara yang mengalami kenaikan pada November 2016, menurut dia hal positif bagi negara. Hal ini karena ada peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor batu bara. "Kalau harga batu bara naik, berarti royaltinya juga bertambah, artinya cukup bagus untuk penerimaan negara kita," ujar Dito.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan harga batu bara acuan (HBA), sebesar 84,89 dolar AS per ton pada November 2016. Jumlah tersebut naik 23 persen jika dibandingkan HBA Oktober, yakni sebesar 69,07 per ton. HBA November menjadi rekor tertinggi sejak Mei 2013. Pada Mei 2013, HBA tercatat 85,33 dolar AS. Sejak Januari 2009, HBA tertinggi terjadi pada Februari 2011, yakni 127,05 dolar AS. Sementara pada Februari 2016, angka 50,92 dolar AS per ton menjadi HBA terendah dalam 6-7 tahun terakhir.