REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Mikail mengatakan, penerbitan sukuk korporasi masih rendah karena kurangnya edukasi dari segi investor maupun pihak penerbit (issuer). Dari segi issuer, biasanya mereka tidak terlalu paham dan belum teredukasi tentang sukuk termasuk mengenai perbedaannya dengan obligasi konvensional.
"Sebenarnya dari sisi issuer bisa menguntungkan karena ketika menerbitkan sukuk maka pembelinya akan lebih banyak ketimbang obligasi konvensional," ujar Mikail kepada Republika, Senin (7/11).
Menurut Mikail, untuk menarik investor dan issuer agar mau menerbitkan sukuk maka seharusnya yield yang ditetapkan lebih tinggi dari konvensional. Selain itu, insentif pajaknya juga bisa diturunkan karena sukuk merupakan instrumen yang terbilan baru dan tidak bisa disamakan dengan obligasi konvensional.
Mikail mengatakan, sebetulnya permintaan sukuk lebih besar dari obligasi konvensional, karena perbankan syariah tidak boleh membeli instrumen lain selain instrumen syariah. Apalagi perbankan syariah masih kekurangan instrumen untuk investasi jangka pendek, menengah, maupun panjang.
"Sebenarnya kami juga sudah membantu edukasi dengan menawarkan pilihan untuk masuk ke sukuk, kami sampaikan bahwa jika mengambil konvensional maka tidak bisa dibeli oleh syariah," kata Mikail.
Apabila instrumen ini dapat didorong lebih besar, maka dapat semakin memperbesar aset bank syariah. Mikail mengatakan, dalam waktu dekat ada salah satu perusahaan plat merah yang akan menerbitkan sukuk untuk proyek pembangunan infrastruktur. Sejauh ini ada sekitar 165 emiten yang sudah masuk ke pasar modal syariah yang terdiri dari bidang manufaktur, perdagangan, infrastruktur, dan komunikasi.
Sementara itu, Direktur Pembiayaan Syariah Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, Indonesia merupakan negara penerbit sukuk pemerintah terbesar secara global. Selama periode 2009-2016, pemerintah telah menerbitkan global sukuk (SNI) di pasar internasional senilai 10,15 miliar dolar AS atau 22,47 persen dari total penerbitan sukuk negara di pasar internasional yang mencapai 45,17 miliar dolar AS.
Akumulasi penerbitan SBSN sejak 2008 sampai 6 Oktober 2016 mencapai Rp 559,67 triliun. Outstanding SBSN per 6 Oktober 2016 sebesar Rp 407,16 triliun atau setara dengan kurang lebih 15 persen dari total outstanding SBSN.
Porsi penerbitan SBSN terhadap SBN juga terus meningkat. Pada 2016, target penerbitan bruto SBSN adalah 27,5 persen dari total penerbitan SBN bruto. Sementara itu, posisi kepemilikan SBSN per 4 Oktober 2016 sebesar Rp 20,114 miliar untuk bank syariah dan bank konvensional mencapai Rp 97,379 miliar.