REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal III pada Senin (7/11) besok. Hasil ini akan memperlihatkan arah target pertumbuhan ekonomi pemerintah menjelang akhir tahun.
Pengamat ekonomi Mohammad Faisal memprediksi bahwa akan ada perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2016. Minimnya anggaran pemerintah akan berdampak banyak pada perlambatan tersebut.
"Pertama, pemotongan APBN kembali yang dilakukan pemerintah sudah jelas akan berkontribusi pada lambatnya ekonomi dalam negeri," kata Faisal, Ahad (6/11).
Direktur Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia tersebut menjelaskan, belanja negara baik di pusat maupun di daerah sudah barang tentu menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi pada 2016. Sebab dana yang digelontorkan pemerintah baik untuk membiayai sejumlah program Kementerian/Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah akan berdampak pada pendapatan masyarakat.
"Dari situ maka akan ada konsumsi rumah tangga yang ikut meningkat," ujarnya.
Menurut Faisal, ketika pemerintah melakukan pemotongan anggaran, maka sejumlah program K/L dan Pemda yang telah direncanakan gagal terealisasi. Saat itu pula, kata dia, konsumsi rumah tangga dari hasil program pemerintah tertahan.
Faisal menuturkan lebih lanjut, menurunnya konsumsi rumah tangga juga diperkirakan karena masyarakat telah selesain menjalankan ibadah puasa dan Idul Fitri yang berakhir awal bulan Juli. "Pascahari raya ini, konsumsi dari masyarakat terlihat melemah," kata dia menambahkan.
Di sisi lain, menurutnya, meski nilai investasi bertambah hingga kuartal III mencapai Rp 453,4 triliun atau meningkat 13,4 persen dibandingkan tahun lalu, namun investasi ini belum bisa terealisasi semuanya. Selain itu, pembangunan sektor usaha belum bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak sehingga kembali berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Menurut Faisal, tertahannya laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal III juga dipengaruhi oleh nilai komoditas dan hasil ekspor-impor yang belum memperlihatkan proses membaik. "Walaupun ada surplus, namun nilai ekspor Indonesia masih turun, begitu juga dengan impor yang mengikuti turunnya nilai ekspor," tuturnya.