REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dianggap kurang memperhatikan keberadaan produk pangan lokal yang sangat beragam. Padahal, pangan lokal yang ada di daerah bisa dijadikan benteng dalam menjaga kedaulatan pangan nasional.
Pengamat Pertanian Khudori mengatakan, pemerintah sejak zaman dulu sudah mengadopsi sistem Ekoregion atau bercocok tanam sesuai dengan daerah masing-masing. Hal ini terkait dengan keadaan kondisi lahan baik kadar air atau struktur tanah. Bahkan pemerintah Hindia Belanda yang sempat menduduki Indonesia harus melakukan riset bertahun-tahun sebelum menanam komoditas yang diinginkan mereka.
Namun dalam perkembangannya, pemerintah banyak melakukan pengingkaran dalam praktek Ekoregion padahal potensi lahan sangat memungkinkan untuk menvariasikan produk pangan. Salah satunya adalah adanya program padi jagung kedelai (Pajale). Program untuk menjaga ketahanan pangan ini dinilai kurang tepat karena mulai mengikis perkembangan produksi pangan lokal.
"Boleh ada program ini, tapi jangan menghilangkan komoditas lokal. Karena sekarang ini banyak dipaksakan di setiap daerah, agar semua daerah bisa seragam memproduksi Pajale," kata Khudori dalam diskusi 'Memajukan Pertanian Berkelanjutan Untuk Mewujudkan Hak Atas Pangan, Ahad (30/10).
Khudori menjelaskan, keberadaan komoditas nasional yang harus dikembangkan dan diperbanyak menjadikan kebijakan tersebut mengakar hingga ke daerah. Sebab anggaran yang disediakan pemerintah sudah pasti dikucurkan untuk komoditas yang sesuai dengan program. Artinya, ketika pemerintah hanya fokus dalam tiga komoditas utama, maka komoditas lain kurang terperhatikan. Sehingga ketika petani ingin mengembangkan produk lokal yang bukan program utama pemerintah, mereka akan kekurangan dukungan.
Ke depan, kata Khudori, pemerintah baiknya tidak menekankan target sesui dengan komoditas saja tapi bisa juga sesuai dengan kebutuhan, seperti kebutuhan karbohidrat, protein, dan lainnya. Dengan menjalankan sesuai kebutuhan, maka akan banyak alternatif lain khususnya produk pangan lokal yang bisa dikembangkan masyarakat. "Kalau seperti itu, produk lokal akan terwadahi. Misal untuk karbohidrat kan tidak hanya beras, bisa juga singkong, atau umbi-umbian lain. Ini kan banyak banget alternatif," ujarnya.