REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak tertahan mendekati 50 dolar AS per barel setelah Irak mengancam untuk menggagalkan rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menstabilkan harga minyak di pasar.
Harga minyak jatuh 0,7 persen di New York setelah sempat naik 0,4 persen pada Jumat (21/10). Menteri Perminyakan Irak Jabbar Al-Luaibi mengatakan Irak harus segera menghentikan pemangkasan produksi karena terlibat dalam perang dengan militan Islam. Menurut Baker Hughes Inc, kilang minyak mentah di AS ditargetkan produksinya naik untuk pekan ke delapan ke level tertinggi sejak Februari. Harga minyak berfluktuasi mendekati 50 dolar AS per barel di tengah ketidakpastian tentang apakah OPEC dapat menyepakati pengurangan produksi minyak saat pertemuan resmi pada November nanti. Komite akan membahas solusi perbedaan berapa besar produksi minyak setiap anggota.
"Sentimen pasar pada tahap ini adalah menunggu hasil sebenarnya dari pertemuan November," kata kepala analis pasar di CMC Markets di Sydney Ric Spooner seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (24/10).
Menurut dia, harga minyak mungkin akan terus tertahan di sekitar 50 dolar AS per barel. Namun dalam jangka pendek, ada risiko penurunan. "Implementasi dari kesepakatan mungkin akan dikecualikan Arab Saudi dan sejumlah negara lainnya," ujarnya.
West Texas Intermediate untuk pengiriman Desember turun 34 sen menjadi 50,51 dolar per barel di New York Mercantile Exchange, dan berada di 50,64 dolar AS sekitar pukul 09.30 di Hong Kong. Harga minyak untuk pengiriman bulan depan naik 1 persen setelah pekan lalu ditutup pada 50,85 dolar AS tepatnya pada Jumat (21/10). Total volume perdagangan sekitar 50 persen di bawah rata-rata 100 hari.
Harga minyak Brent untuk pengiriman Desember turun sebanyak 31 sen atau 0,6 persen ke 51,47 dolar AS per barel di ICE Futures Europe Exchange yang berbasis di London.