Selasa 18 Oct 2016 15:18 WIB

KAI Tawarkan Gerbong Tua ke Myanmar

Rep: Yulianingsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas memperbaiki gerbong kereta api di Bengkel Kereta Api Bala Yasa Manggarai, Jakarta, Senin (20/6). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas memperbaiki gerbong kereta api di Bengkel Kereta Api Bala Yasa Manggarai, Jakarta, Senin (20/6). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (KAI) mendapat tawaran dari pemerintah Myanmar untuk menjadi operator kereta api(KA) dinegara tersebut. Menurut Direktur Logistik dan Pengembangan PT KAI, Budi Noviantoro, tawaran tersebut disampaikan Duta Besar Myanmar untuk Indonesia. Menyambut tawaran tersebut, pihak PT KAI juga sudah melakukan survei ke Myanmar dan juga mengirimkan teknisi ke negara tersebut.

"Kita juga menawarkan gerbong kita yang berusia 20 tahun ke atas untuk dioperasikan di Myanmar tetapi kita rekondisikan dulu," ujarnya usai pembukaan pertemuan CEO Kereta Api ASEAN di Yogyakarta, Selasa (18/10).

Diakuinya, saat ini di Myanmar sudah ada jalur transportasi KA. Namun kecepatan KA yang ada baru sekitar 30 kilometer (km)/jam. KAI menurutnya, memiliki sekitar 600 gerbong yang sudah berusia 20 tahun ke atas. KA usia tua ini kecepatannya masih bisa mencapai 60 km/jam. KA ini juga sudah banyak tidak digunakan karena KAI mulai menggantinya dengan KA terbaru.

"Potensi di sana (Myanmar) cukup besar tapi belum tergarap dengan baik karena mungkin kondisi keamanannya juga baru stabil belum lama," katanya.

Selain menjajaki kerjasama sebagai operator KA di Myanmar, KAI juga intensif melakukan pembicaraan dengan negara ASEAN lainnnya untuk konektivitas jalur KA lintas negara. Jalur KA lintas negara ASEAN yang tengah dibahas adalah jalur Kunming-Vietnam-Thailand-Malaysia dan kemudian masuk ke Indonesia.

Dirut KAI Edi Sukmoro mengatakan, konektivitas jalur KA lintas negara menjadi suatu hgal yang memungkinkan saat ini. Dibeberapa negara maju banyak KA yang masuk kapal Ferri untuk menyeberang selat atau laut dan kembali berjalan menggunakan rel. "Ke depan hal itu juga bisa terjadi di Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement