Kamis 13 Oct 2016 15:17 WIB

BKPM Sebut Investasi Pariwisata tak Merata

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Nur Aini
 Peserta karnaval budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) memainkan gendang Belek saat promosi budaya dan pariwisata Lombok Sumbawa di car free day Jalan Thamrin, Jakarta, Ahad (17/7).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Peserta karnaval budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) memainkan gendang Belek saat promosi budaya dan pariwisata Lombok Sumbawa di car free day Jalan Thamrin, Jakarta, Ahad (17/7). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan,‎ belum menonjolnya angka investasi di sektor pariwisata menjadi tantangan tersendiri bagipPemerintah.‎ Minimnya investasi tersebut membuat sejumlah destinasi yang diharapkan bisa setara dengan Bali atau tempat pariwisata lain yang banyak dikenal wisatawan perkembangannya agak lambat.

"Jumlah (investasi) masih jauh dari mencukupi. Selain itu distribusi dari investasi tidak merata," kata Lembong usai menggelar forum Trade, Tourism, and Invesment (TTI), di Jakarta, Kamis (13/10).

Lembong menuturkan, sejauh ini investor yang berminat berinvestasi di sektor pariwisata masih banyak terpaku dengan dua daerah yakni Bali dan Jakarta. Padahal masing banyak destinasi wisata yang bisa menjadi potensi untuk dikembangkan.

Sepuluh destinasi pariwisata yang menjadi prioritas pemerintah pada 2016 untuk dijadikan pesaing Bali dan Jakarta adalah Danau Toba (Sumut), Belitung (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jateng), Gunung Bromo (Jatim), Mandalika Lombok (NTB), Pulau Komodo (NTT), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara). Destinasi ini diharap bisa menjadi daerah wisata yang menarik banyak wisatawan dengan keelokan daerahnya.

Menurut Lembong, keinginan ‎pemerintah untuk meningkatkan penyebaran destinasi wisata bukan hanya dari segi pemasukan kepada negara. Namun sektor pariwisata juga bisa lebih banyak menyerap tenaga kerja baik formal maupun informal.

Dia mengatakan, investasi yang masuk ke Indonesia tidak boleh hanya dilihat dari segi nominal yang mencapai triliun rupiah. Namun juga harus melihat dampak dari investasi tersebut untuk perekonomian masyarakat sekitar. Sektor pariwisata mesti investasinya tidak sebesar industri baja, tapi dampaknya akan sangat terasa di kawasan sekitar.

"Kalau industri besar memang penghasilannya besar juga. Tapi penyerapan tenaganya kecil. Kalau pariwisata walau investasinya tidak besar, tapi banyak pekerja yang bisa ikut. Mulai dari pekerja di hotel dan non hotel seperti penjual pernak-pernik, tour guide pihak lain yang mendukung pariwisata sekitar," ungkap Lembong.

‎Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Dadang Rizki Ratman mengatakan, investasi di sektor pariwisata memang masih harus didorong oleh pemerintah. Promosi yang dilakukan dalam meningkatkan pariwisata bukan hanya dengan memprosikan penjualan, tapi juga harus memperlihatkan kawasan pariwisata yang layak untuk dikembangkan.

"‎Kita juga coba promosi bukan hanya branding dan selling saja. Promosi investasi pariwisata juga kita coba lakukan agar investasi di sektor ini bisa tumbuh," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement