REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia berakhir lebih rendah pada Selasa (11/10) atau Rabu (12/10) pagi WIB, setelah para pemimpin industri minyak Rusia memberikan respon beragam terhadap kesepakatan pemangkasan produksi yang diusulkan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Pada sesi sebelumnya, harga minyak menguat hampir tiga persen setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya siap untuk bergabung dalam langkah-langkah bersama guna membatasi produksi dan meminta eksportir minyak lain untuk melakukan hal yang sama.
"Dalam situasi saat ini, kita berpikir bahwa pembekuan atau bahkan pemotongan produksi minyak mungkin satu-satunya keputusan yang tepat untuk menjaga stabilitas di pasar energi global," kata Putin.
Namun, Igor Sechin, Chief Executive Officer (CEO) Rosneft PJSC, produsen minyak terbesar Rusia, mengatakan perusahaannya tidak memiliki rencana untuk mengurangi produksi minyak. "Arab Saudi dan produsen-produsen lainnya tidak mungkin untuk memotong produksi dan harga yang lebih tinggi hanya akan membawa produsen-produsen shale oil (minyak serpih) AS kembali ke pasar," kata Sechin.
Pernyataan Sechin telah membebani pasar. Harga minyak telah naik lebih dari 11 persen sejak OPEC mencapai kesepakatan pada 28 September untuk memangkas produksi minyak mentah, merupakan yang pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir.
Para menteri perminyakan kelompok itu (OPEC) diharapkan akan menuntaskan rincian akhir dari kesepakatan tersebut pada pertemuan organisasi mereka 30 November di Wina.
Patokan harga di pasar AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November kehilangan 0,56 dolar AS menjadi menetap di 50,79 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan harga Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember turun 0,73 dolar AS menjadi ditutup pada 52,41 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.