Ahad 02 Oct 2016 18:36 WIB

Pemerintah Dinilai Belum Optimal Laksanakan Kedaulatan Energi

Pengolahan migas
Pengolahan migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai belum sepenuhnya melaksanakan kedaulatan energi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Hal ini menyoroti kenyataan sekarang bahwa perusahaan eksplorasi migas yang ada saat ini lebih didominasi perusahaan-perusahaan asing.

Senior Marketing Sucofindo, Dradjat Djukahdi, menyoroti penurunan produksi migas Indonesia, yang kini rata-rata sebesar 783 ribu barel per hari, sehingga angka impor migas masih berkisar pada 350–500 ribu barel per hari.

Penurunan produksi migas itu, menurut Dradjat, tidak hanya diakibatkan oleh penurunan aktif pemboran sebagai dampak penurunan harga minyak, namun juga oleh semakin tuanya lapangan migas yang ada. Dradjat menyoroti rendahnya aktivitas survei seismic yang menjadi salah satu penyebab rendahnya proven reserve.

“Berdasarkan data SKK Migas sampai paruh pertama tahun ini, aktivitas survei seismic baru mencakup dua kegiatan. Padahal dalam dokumen rencana kerja KKKS, ditargetkan mencapai 33 kegiatan. Survei non seismic juga terpuruk dari rencana sebesar 13 kegiatan, realisasinya hanya 4 kegiatan,” jelasnya dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (2/10)

Sementara itu, dekan FTKI Unas Ucuk Darusalam mengatakan, kedaulatan energi nasional merupakan syarat mutlak untuk menuju negara yang maju sebagaimana amanat UUD 1945. “Indonesia tidak akan pernah selama-lamanya menjadi negara maju dan modern selama masih menerapkan tata kelola energi yang tidak membawa manfaat signifikan bagi kemajuan bangsa,” ujarnya.

Menurut Ucuk, ketergantungan pada pengelolaan energi nasional dengan investasi asing dalam area minyak, gas, dan mineral serta kurang berperannya SKK Migas sebagai wakil resmi negara untuk mewujudkan kedaulatan energi nasional, memberikan dampak lemahnya fungsi negara dalam tata kelola energi nasional.

“Hal tersebut sangat kontradiktif dengan maksud UUD 1945 bahwa peran negara dalam penguasaan kekayaan alam mewajibkan penyelenggara negara untuk menguasai sepenuhnya, baik dari sisi teritorial, regulasi, kegiatan hulu dan hilir,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement