Sabtu 01 Oct 2016 08:24 WIB

Perbankan Minta Pinjaman Bilateral Masuk Perhitungan LFR

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Kredit (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Kredit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Likuiditas yang terbatas dinilai akan mengakibatkan kompetisi perebutan dana pihak ketiga (DPK). Untuk itu perbankan mengajukan kepada Bank Indonesia (BI) agar melakukan relaksasi dengan menambah pinjaman ke dalam komponen perhitungan Loan to Funding Ratio (LFR).

Saat ini yang termasuk dalam komponen LFR yakni DPK, dan pendanaan konvensional lain seperti Negotiable Certificate Deposit (NCD), Medium Term Notes (MTN), dan obligasi.

Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Haru Koesmahargyo mengakui, secara umum di perbankan saat ini terjadi likuiditas ketat. Dengan ketatnya likuiditas, maka akan berdampak pada kompetisi perebutan DPK sehingga bank harus menaikkan suku bunga dana. Untuk menghindari kondisi tersebut, BRI memilih mengambil dana melalui pasar modal.

"Dengan upaya masuk ke pasar modal melalui penerbitan obligasi, mudah-mudahan bisa menambah untuk ekspansi sehingga tidak perlu menaikkan bunga," ujar Haru, Jumat (30/9).

Selain itu, pihaknya juga berencana kembali menerbitkan obligasi sebesar Rp 7 triliun dari target rencana penawaran umum berkelanjutan hingga tahun depan sebesar Rp 20 triliun. Beberapa waktu lalu perseroan telah menerbitkan surat utang jangka pendek atau medium term notes (MTN) sebesar Rp 1,92 triliun dari target sebesar Rp 5 triliun hingga akhir tahun ini.

Haru menambahkan, kebijakan bank sentral seperti aturan LFR dan pelonggaran giro wajib minimum (GWM) diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan yang masih lemah. Menurutnya, pelonggaran aturan LFR ini setidaknya dapat meningkatkan penyaluran kredit di sektor properti.

"Dengan meningkatnya geliat di sektor properti, sektor lain seperti semen dan kaca juga meningkat. Hasil kebijakan ini mudah-mudahan bisa meningkatkan pertumbuhan kredit produktif BRI diatas 15 persen," katanya.

Sementara itu Direktur Treasury dan Internasional Bank Negara Indonesia (BNI) Panji Irawan menilai, kondisi likuiditas perbankan masih memadai. Namun, di tengah kondisi saat ini bank diharuskan menjaga rasio LFR di tengah keterbatasan DPK di dalam negeri. Sementara kebutuhan penyaluran kredit masih besar.

Menurut Panji, likuiditas perbankan tidak hanya berasal dari DPK, namun juga pendanaan konvensional lainnya seperti MTN, NCD, obligasi, serta pinjaman bilateral.

"Komponen funding dalam LFR saat ini baru NCD, MTN, dan obligasi. Tapi kami mengusulkan juga agar ke depan tidak terjadi persaingan dana, komponen pinjaman bilateral tenor di atas satu tahun dapat masuk dalam komponen perhitungan LFR," kata Panji.

Selain itu, BI juga akan mengatur instrumen pendanaan lainnya seperti commercial paper (CP) dan promissory note (PN). Apabila pinjaman bilateral tersebut dapat diperhitungkan dalam komponen LFR, maka LFR perbankan dinilai akan turun signifikan dan dapat menurunkan bunga ke single digit.  

"Sedang dalam proses, mudah-mudahan disetujui. Ngapain kita rebutan di DPK kan. Itu nggak kondusif juga untuk semangat buat single digit,"katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement