REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berupaya menggenjot volume kartu kredit, menyusul rencana Bank Indonesia untuk membatasi (capping) suku bunga maksimum kartu kredit menjadi 2,25 persen per bulan atau 27 persen per tahun. Kebijakan bank sentral ini dinilai akan berdampak pada pendapatan perbankan.
Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni mengatakan, kebijakan ini tentunya akan berpengaruh kepada pendapatan perbankan. "Tapi kan kita berupaya nanti dengan penurunan itu outstanding-nya nambah lagi, jadi secara total pendapatannya mungkin nggak terlalu banyak turun. Bunganya turun tapi volume kredit bertambah kan," ujar Baiquni saat ditemui di Kementerian BUMN, Selasa (27/9).
Menurut Baiquni, dengan begitu paling tidak akan dapat meringankan kalangan menengah ke bawah agar dapat membayar cicilan kartu kredit. Kendati begitu, ia menilai hal ini tidak berdampak pada rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/ NPL) pada kartu kredit. "NPL, masalahnya agak sedikit berbeda. Bukan karena bunganya yang tinggi. Problemnya karena di keuangan pemegang kartu," katanya.
Hingga September 2016, jumlah pemegang kartu kredit BNI tercatat berjumlah 1,7 juta orang. Sementara untuk total transaksi di portofolio kartu kredit mencapai Rp 10 triliun.
Sebelumnya, Direktur Konsumer BNI, Anggoro Eko Cahyo mengatakan, saat ini bisnis kartu kredit cenderung tumbuh mendatar, bahkan turun. Namun, ia optimistis di akhir tahun akan tumbuh lagi karena musim belanja di akhir tahun.
Kendati begitu, volume transaksi tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah pengguna sehingga BNI akan gencar menggenjot volume transaksi. "Sampai akhir tahun kami tidak menargetkan tumbuh di pengguna kartu. Tapi lebih ke jumlah transaksi," katanya beberapa waktu lalu.
Hingga Semester I/2016 tercatat pertumbuhan kartu kredit BNI sebesar 7 persen menjadi Rp 10,06 triliun dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.