REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia naik pada Senin (27/9), karena produsen-produsen utama memulai pertemuan mereka untuk membahas cara-cara mendukung pasar yang jatuh. Anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia dijadwalkan akan bertemu di sela-sela Forum Energi Internasional di Aljazair pada 26-28 September.
Meskipun negara-negara termasuk Arab Saudi telah meremehkan pertemuan tersebut sebagai "kesempatan untuk berkonsultasi daripada mengambil keputusan tentang tingkat produksi", masih luas harapan bahwa produsen-produsen minyak utama dapat mencapai kesepakatan pemotongan produksi selama pertemuan untuk menstabilkan pasar. Harga patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November bertambah 1,45 dolar AS menjadi menetap di 45,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, harga patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman November naik 1,46 dolar AS menjadi ditutup pada 47,35 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Penguatan harga pada Senin mengembalikan sebagian besar penurunan dari Jumat (23/9), ketika keraguan tentang pembicaraan Aljazair mendorong harga minyak dunia turun.
"Kebanyakan ini hanya akan naik dan turun akibat spekulasi tentang apa yang akan terjadi dalam tiga hari ke depan pada pertemuan di Aljazair," kata James Williams di WTRF Ekonomics.
Andy Lipow dari perusahaan konsultan Houston, Lipow Oil Associates, seperti dikutip AFP, mengatakan dorongan itu sebagian karena berita menyatakan anggota utama OPEC Arab Saudi agak lebih terbuka untuk kesepakatan daripada yang diyakini sebelumnya. Menteri Energi Aljazair Noureddine Boutarfa juga berbicara harapan penuh prospek untuk kesepakatan. OPEC setuju tentang kebutuhan untuk menstabilkan harga. "Tinggal kami menemukan format yang menyenangkan semua orang", Boutarfa mengatakan pada Ahad.
Namun, analis memperingatkan bahwa masih ada hambatan utama. "Sementara beberapa anggota OPEC telah membuat suara-suara positif menjelang perundingan, masih ada pertanyaan atas bagaimana efektifitas sebuah perjanjian informal," kata analis Bill Hodder di konsultan berbasis di Inggris, Love Energy. "Iran masih belum merespons tawaran Arab Saudi untuk saling membekukan produksi, mungkin menunjukkan bahwa mungkin sulit bagi mereka untuk menyetujui kesepakatan pada Rabu."