Senin 26 Sep 2016 23:51 WIB

Kenaikan Tarif Cukai Eksesif Disebut Bebankan Industri

Tembakau (ilustrasi)
Foto: Antara
Tembakau (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini sedang mengkaji target dan tarif kenaikan cukai tembakau.  Penerimaan negara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 dianggap banyak bergantung pada penerimaan dari sektor tersebut. 

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie meminta pemerintah untuk tidak eksesif dalam menaikan tarif penerimaan cukai rokok. Pasalnya, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.

"Sampai Agustus tahun ini, volume produksi masih belum stabil dan bisa dibilang lebih kecil dibanding tahun lalu," kata Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (26/9).

Moeftie khawatir bila tarif penerimaan cukai tetap tinggi, bisa-bisa produksinya akan semakin anjlok. Menurut dia, kenaikan cukai tembakau bisa berdampak  terhadap industri.

Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Suharjo menyoroti rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau (PPN HT) sebesar 10 persen. Kenaikan, kata Suharjo, seharusnya dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun, bukan tiba-tiba menjadi 10 persen.

Diberitakan sebelumnya, kenaikan PPN HT dilakukan bertahap dari tahun ke tahun yang mulai dari 8,7 persen menjadi 8,9 persen di tahun 2017. "Lalu di tahun berikutnya naik menjadi 9,1 persen hingga terus naik pada 2019," kata Suharjo.

Rencana kenaikan yang tiba-tiba ini menurut Suharjo merupakan langkah panik pemerintah untuk menutupi kekurangan pemasukan. "Bila dipaksakan industri akan terkena imbasnya. Mulai dari serapan tembakau yang berkurang hingga produksi yang menurun. Efek domino dari kenaikan ini akan memperparah kondisi industri," ujarnya. 

Anggota Banggar DPR dari Fraksi PPP Amir Uskara mengatakan, kenaikan cukai memang seharusnya tidak lebih dari inflasi karena akan berdampak pada industri. Saat ini, kata Amir, DPR sedang merumuskan tarif cukai dengan kenaikan maksimal pada enam persen. Bila lebih dari itu maka industri akan kena dampaknya. 

"Dalam kenaikan cukai ini pemerintah juga harus memikirkan kelangsungan industri karena banyak unsur terkait yang harus dilindungi dalam industri ini. Jadi harus mempertimbangkan berbagai aspek dalam penentuan tarif cukai. Jangan sampai melebihi daya beli masyarakat," katanya. 

Menurut Amir, pemerintah saat ini belum melakukan ekstensifikasi target cukai sehingga lagi-lagi cukai tembakau yang dinaikan. Amir mengatakan, sebaiknya pemerintah harus segera memikirkan ekstensifikasi target cukai agar lebih beragam. Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement