REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) menyayangkan penolakan subsidi Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Badan Anggaran DPR-RI. APLSI melihat hal ini akan berdampak panjang bagi masa depan kedaulatan energi dan komitmen kerjasama internasional di bidang lingkungan.
“Bagaimana dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas emisi kaca pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan atau kerjasama internasional pada pertemuan COP 21 tentang perubahan iklim,” ujar ketua harian APLSI Arthur Simatupang
DPR, menurut Arthur, seharusnya mendorong realisasi pengembangan Energi Terbarukan secara besar-besaran. Sebab dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), telah dipatok target porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi hingga 2025.
“Untuk mencapai target itu, salah satu kebijakan yang diperlukan adalah subsidi EBT,” tuturnya menegaskan.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengajukan subsidi sebesar Rp 1,1 triliun kepada Banggar untuk EBT dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Banggar memutuskan menolak subsidi itu.